Selain faktor perdebatan tangguh, konsekuensi dari pasar modern adalah dengan adanya permintaan yangtinggi dibandingkan penawaran yang terbatas maka terjadilah pula pemalsuan keris. Keris-keris kuno yang sudah tidak diproduksi lagi jumlahnya terus menyusut, baik hancur karena faktor fisik atau disimpan oleh para kolektor. Selebihnya yang berada di pasaran semakin sedikit karena biasanya mereka yang membeli tidak akan melepas kembali dengan begitu mudah, kecuali memang niatan sebagai untuk investasi yang diperjualbelikan dengan marjin yang cukup tinggi. Selain harga yang semakin tinggi, permintaan terhadap keris kuno semakin tinggi sehingga ada celah dimana pemalsuan banyak dilakukan. Pemalsuan tersebut antara lain adalah dengan membuat keris baru yang diproses secara kimiawi sehingga kelihatan menjadi keris tua. Model ini biasanya disebut dengan istilah kerisprosesan. Ada juga yang dikubur di dalam tanah untuk beberapa waktusehingga proses korosif membuatnya juga tampak seperti keris tua. Selain mengubah karakter besi yang ada, pemalsuan juga dapat terjadi dengan mengubah dhapur yakni format atau bentuk keris. Beberapa dhapur yang dianggap kurang populer dapat diubah secara paksa menjadi dhapur yang sedang trend dan atau memiliki harga jual yang lebih tinggi. Untuk beberapa macam jenis pemalsuan seperti ini, para kolektor yang berpengalaman akan lebih jeli dan mampu untuk membedakan antara keris asli dan yang dipalsukan.
Mengapa keris kuno dianggap lebih menarik? Banyak orang berasumsi bahwa keris tua memiliki nilai tinggi investasi, mistik dan juga sosial sebagai bentuk kepemilikan. Pendapat ini ada benarnya jika merujuk kepada orisinalitas dan keaslian sebilah keris tua, apalagi jika memang dibuat oleh seseorang yang dikenal dalam era tertentu. Meski demikian, dalam konteks modern dimana pasar sangat berpengaruh dan fenomena pemalsuan marak terjadi, maka kepemilikan keris kuno menjadi sangat langka dan jika ada maka harga yang sudah sangat relatif akan menjadi semakin tidak terkendali. Itulah sebabnya pelastarian keris dilakukan tidak saja terhadap keris kuno tetapi juga memunculkan keris-keris baru dengan teknologi yang terus berkembang yang disebut keris tangguh Kamardikan. Keris Tangguh Kamardikan atau kadang disebut Tangguh Republik Indonesia sebenarnya adalah penamaan secara umum terhadap keris-keris yang dibuat setelah Indonesia merdeka. Menariknya adalah penamaan ini masih bersifat relatif dan menggunakan era Republik. Sama halnya dengan era keris-keris sebelum Mataram yang juga dinamai berdasarkan nama Kerajaan seperti Pajang, Majapahit dan Singasari. Hanya pada era Mataram saja penamaan tangguh lebih definitif pada penguasa seperti Sultan Agung, Amangkurat, Pakubuwono dan Hamengkubuwono. Terlebih spesifik lagi jika estimasi tangguh bisa dilakukan berdasarkan ciri seperti Hamengkubuwono V (HB V) atau Hamengkubuwono VII (HB VII). Tangguh Kamardikan sendiri masih mencari bentuk karena beberapa hal. Pertama, belum adanya pola yang terukur dari penciptaan keris di era modern karena keris pesanan secara pribadi dilakukan terhadap beberapa orang mpu atau pande secara tertutup. Kedua, asumsi yang berkembang bahwa keris modern lebih banyak keris koden yang etimologi katanya berasal dari kodi atau 20 lembar. Ini berarti keris yang dipesan secara massal atau jumlah banyak. Ketiga, meski di era modern pemesanan keris secara banyak pula yang masih belum menggunakan sertifikasi dari pembuat sebagai sumber informasi tertulis. Sertifikasi justru dilakukan pihak ketiga seperti museum atau paguyuban yang sebenarnya lebih dimanfaatkan sebagai penambah posisi daya tawar ketika keris tersebut dijual dan ternyata masuk dalam kategori keris kuno.
Hal yang menarik dari uraian di atas adalah pertama, adanya pergeseran proses di dalam memaknai kerissebagai bagian dari manusia modern. Di satu sisi ada kebangkitan kembali yang berupaya melihat keris kembali sebagai aset baik secara material mau pun non material selayaknya pada jaman dahulu. Keris muncul sebagai benda kepemilikan dan koleksi pribadi bahkan keluarga. Di sisi lain, kebangkitan itu juga disertai ciri modernitas yakni pasar dan transaksi yang menyertai sekaligus konsekuensi yang dihadapi. Pertanyaannya, apakah pergeseran proses tersebut juga sekaligus meruntuhkan nilai-nilai sosial budaya yang diwarisi bersama keris itu sendiri?
Pada masa sekarang keinginan untuk memiliki keris bagi masyarakat di Indonesia mulai kembali muncul ditandai dengan adanya lomba menempa keris hingga pameran keris yang disertai bursa jual beli. Keinginan tersebut dapat didasari oleh beberapa hal yang berbeda. Pertama, dorongan untuk memiliki keris karena faktor emosional historis dengan melihat bahwa dulu leluhurnya konon memiliki keris sebagai pusaka. Oleh karena jumlah keris yang sedikit dan sudah berpindah tangan ke banyak garis keturunan atau pihak lain maka kenangan akan hal tersebut dicoba untuk dihidupkan kembali baik dengan memesan atau membeli keris sebagai pusaka keluarga. Kedua, dorongan untuk pelestarian budaya dengan mengkoleksi keris agar benda tersebut tidak berpindah ke luar negeri. Biasanya dorongan semacam ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan jumlah keris yang dikumpulkan semakin banyak. Ketiga, dorongan untuk mencari tuah dari sebilah keris. Hal ini tidak terbantahkan bahwa aspek mistik dari sebuah keris sebagai faktor isoteris memang menjadi daya tarik sendiri bagi mereka yang menggemarinya. Keempat, dorongan untuk memiliki keris karena faktor eksoteris yakni kesukaan terhadap nilai seni yang ditampilkan dari kualitas material dan hiasan keris yang sangat indah.
Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa keris memiliki banyak dimensi yang membuat orang menjaditertarik kepadanya. Tidaklah benar jika dikatakan bahwa keris hanya semata memiliki nilai tunggal berupa tahyul atau klenik yang membuat orang menjadi menduakan Tuhan. Pengetahuan yang serba minim dan terbatas justru membuat orang semakin takut dan tidak melihat keris sebagai benda yang memiliki nilai estetika, historis, bahkan menjauh dari kajian yang bersifat ilmiah. Padahal di jaman sekarang, kebangkitan besalen atau prapen sebagai tempat pembuatan keris justru menjadi tempat penelitian mancanegara terhadap produk yang dihasilkan oleh local genius Indonesia.
Lantas benarkah keris memiliki tuah atau kesaktian tertentu? Pertama yang harus diluruskan terlebihdahulu adalah definisi antara tuah, tahyul, klenik dan mistik. Tuah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online adalah tuah/tu·ah/ n 1 sakti;keramat; berkat (pengaruh) yang mendatangkan keuntungan (kebahagiaan, keselamatan, dan sebagainya): ada juga yang percaya pada — azimat;keris ini mahal harganya, bukan karena gunanya, tetapi karena — nya; 2 untung(yang bukan sewajarnya); bahagia: mengadu — , mengadu untung(dalam perjudian dan sebagainya): untung ada, — tiada, bekerja baik-baik akan ada juga hasilnya, tetapi tidak menjadi kaya; ada kekayaan, tetapi tidak terkenal namanya; menolak — , melepaskan peluangbaik; 3 keistimewaan; keunggulan (kehormatan, kemasyhuran, dansebagainya);– anjing, celaka kuda, pb nasib manusia tidaksama, ada yang beruntung dan ada pula yang celaka (tidak beruntung); — ayam boleh dilihat, — manusia siapa tahu, pb tidak ada orang yang dapat menentukan nasib seseorang; — melambung tinggi, celaka menimpa, celaka sebesar gunung, pb berilmu tinggi, tetapi tidak mempunyai pekerjaanyang tetap sehingga hidupnya selalu susah juga. Tahyul atau takhayul/ta·kha·yul/ n 1 (sesuatuyang) hanya ada dalam khayal belaka: banyak orang kampung yang masihpercaya kepada –; 2 kepercayaan kepada sesuatu yangdianggap ada atau sakti, tetapi sebenarnya tidak ada atau tidak sakti: beliaumembersihkan hati umat dari segala. Klenik/kle-nik/ ncak kegiatan perdukunan (pengobatan dan sebagainya) dengan cara-carayang sangat rahasia dan tidak masuk akal, tetapi dipercayai oleh banyak orang.
Dari definisi awal tersebut jelas terdapat perbedaan bahwa tuah memang dimiliki oleh sebilah keris atas dasar kepercayaan yang menyertai. Tidak semua penggemar keris juga mengandalkan aspek isoteris atau nilai imaterial di dalamnya. Tuah diartikan sebagai pengaruh atau lebih kompleks lagi dalam istilah bahasa Bali yakni taksu yang diartikan suatu kekuatan di luar kuasa manusia yang merasuk pada diri seseorang yang mempengaruhi pola pikir, perkataan dan perbuatan dalam proses mencipta yang dalam konteks ini adalah sebilah keris. Itulah sebabnya keris Bali dianggap memiliki taksu jika hasil ciptaan tersebut tidak sajaindah secara fisik maupun non fisik, tetapi secara keseluruhan merupakan representasi karya yang bernilai maksimal. Itulah sebabnya ada juga yang mengatakan bahwa taksu sama dengan energi yang mempengaruhi proses dan hasil suatu pekerjaan. Sumber energi ini dipersepsikan berasal dari dalam diri, seperti halnya potensi kecerdasan manusia, sedangkan sumber dari luar dipersepsikan berasal dari Sang Makrokosmos melalui perantara alam dan makhluk-makhlukNya. Dengan demikian, taksu erat berkaitan dengan nilai-nilai spiritual dan religius. Sementara tahyul dan klenik jelas merupakan aktivitas manusia di luar penciptaan keris itu sendiri sebagai sebuah sarana yang berkaitan dengan khayal atau klenik pedukunan yang seringkali menggunakan keris jejimatan. Kacaunya pemahaman ini kerap orang mengecilkan arti keris sebagai ciptaan manusia yang memiliki nilai keindahan material dan non material.
Jika keris memiliki tuah dan atau taksu, maka apakah keris juga memiliki nilai mistik dan sakti? Kembali lagi kepada definisi yang ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia online, maka makna mistik/mis·tik/ n 1 subsistem yang ada dalam hampir semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan; tasawuf; suluk; 2 hal gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia yang biasa. Dari definisi tersebut maka pemahaman mistik terhadap sebilah keris jelas bersifat subyektif dan hanya dapat dirasakan oleh orang yang membuat dan kemudian mereka yang memilikinya. Mengapa demikian? Kepemilikan keris bukanlah semata benda pusaka, koleksi atau investasi tetapi lebih dari itu ia merupakan pengalaman spiritual bagi orang-orang yang memahaminya. Tidaklah mengherankan jika pemilik keris pada jaman dahulu begitu menutupi kepemilikannya bahkan ketika diwariskan atau berpindah tangan tidak banyak orang yang tahu motif awal, tujuan dan pengalaman dari pemiliknya yang terdahulu. Itulah sebabnya beranjak dari definisi mistik yang sering dikacaukan dengan istilah tahyul dan klenik, maka orang sampai pada polemik berikut tentang sakti. Harap diingat bahwa definisi sakti juga memiliki makna ganda. Definisi sakti yang pertama adalah sakti/sak·ti/ a 1 mampu(kuasa) berbuat sesuatu yang melampaui kodrat alam; mempunyai kesaktian: pendeta— itu dapat berjalan di atas air; 2mempunyai kuasa gaib;bertuah: umumnya masyarakat menganggap benda-benda peninggalan WaliSongo itu –; 3 keramat; — mandraguna Jw saktiyang luar biasa. Sementara definisi kedua yang lebih spesifik adalah sakti sebagai konsep manifestasi perwujudan aspek feminin atau perwujudan dari aspek kewanitaan Tuhan, kadangkala dianggap sebagai ‘Ibu surgawi’ dalam agama Hindu. Sakti melambangkan keaktifan, asas dinamis dari kekuatan feminim. Dalam Shaktisme, Sakti dipuja sebagai Dewi yang utama. Akan tetapi namun, dalam tradisi Hindu lainnya Sakti merupakan penjelmaan dari energi aktif atau kekuatan dari seorang Dewa (Purusha), seperti misalnya saktinya Dewa Wisnu disebut Laksmi, dan Parwati merupakan saktinya Dewa Siwa. Dengan demikian keris sakti dianggap bukan soal bertuah, melainkan sebagai pelengkap dari umumnya orang pada jaman dahulu yang menggunakan keris.
Maka dapat disimpulkan bahwa keris memiliki beragam aspek baik sosial politik ekonomi dan budaya yang memberikan warna terhadap si pemilik dan kaitannya pula sebagai sebuah penciptaan yang memiliki tuah, mistik dan sakti dalam pemahaman spiritual maupun religius. Aspek sosial adalah memperlihatkan bahwa kepemilikan keris di masa sekarang juga tetap bernilai tambah kepada si pemilik karena jelas tidak mudah memiliki keris apalagi yang berkualitas dengan garap dan mutu yang baik. Aspek politik juga memperlihatkan bahwa keris punya pengaruh dalam posisi tawar yang diwujudkan melalui perkumpulan, organisasi dan aktivitas lain yang menghimpun penggemar sebagai kelompok pendorong untuk mewujudkan tujuan politik seperti yang sudah dicapai Indonesia dengan pengakuan UNESCO sebagai RepresentativeList of the Intangible Cultural Heritage of Human pada tanggal 4November 2008. Demikian pula pada aspek ekonomi dimana keris sejak jaman dahulu telah memiliki nilai investasi. Kontribusi para pengrajin kayu dan perhiasan menambah nilai ekonomis pada sebilah keris dimana pada jaman dahulu penambahan emas perak dan batu mulia menjadi investasi tersendiri yang ketika masa krisis dapat membantu si pemiliknya. Aspek budaya dalam sebilah keris adalah manifestasi karya local genius yang terdiri dari pengrajin tempa logam, kayu dan perhiasan. Kemampuan membuat sebuah karya bercitarasa tinggi dengan melibatkan sekurangnya tiga keahlian tersebut rasanya hanya dapat diwujudkan dalam penciptaan keris secara keseluruhan. [TAMAT]