Kalo melihat ada orang yang sudah dikasihtau, nggak cepat paham, menolak atau malah membandingkan dengan pengetahuannya yang nggak seberapa, janganlah keburu kesal dan lantas menghakimi. Apalagi dalam konteks edukasi atau diseminasi informasi. Sebab penerimaan setiap orang berbeda. Akan tetapi perbedaan semacam itu jika ditelisik lebih jauh, pastinya juga akan sangat beragam. Ada yang memang beneran nggak tau dan ingin tau, ada yang ngerti separuh tapi berlagak paham semua, ada yang sudah tau dan memilih diam. Akan tetapi ada juga yang memang entah tau atau tidak, memilih untuk menyangkal. Jadi selain tingkat kecerdasan, faktor sosial seperti kebiasaan, perilaku, pendidikan, status hingga lingkungan sangatlah mempengaruhi jika ada informasi atau bentuk ajakan yang diterima atau ditolak. Maka nggak heran kan, kalo misalnya misalnya grup WA isinya bacotan nggak penting jadi debat kusir. Selain anonim, nggak ketemu muka atau bahkan ada juga yang saling nggak kenal, tidak ada ikatan kepatuhan normatif atau kebutuhan terhadap topik yang dilempar.
Sama halnya dengan proses pendidikan. Berapa banyak orang yang kemudian mengikuti sebuah proses karena kebutuhan akan ilmu atau minimal informasi? Berapa banyak yang cuma sekedar pengen melewati hanya karena butuh ijasah, sertifikat atau formalitas sejenis? Apalagi input atau masukan yang ada juga sangat beragam. Meski tugas pendidik adalah membentuk, tapi tetap saja akan punya derajat kesulitan yang tidak bisa diukur sama terlebih jika pesertanya tidak punya standar baku selain jenjang yang sudah ada, usia, dan batas normatif lain. Jadi istilah bodo, masabodo dan cerdas itu benar adanya. Mengapa? Bodo itu perilaku, bukan bakat atau bawaan orok. Nggak ada orang bodo sejak lahir. Bodo ada karena kurangnya kemampuan untuk menimbang atau mengakumulasi faktor-fakto penentu dalam pengambilan keputusan. Itu bisa kurang karena latar belakang baik semisal kurang gizi, kurang pendidikan, kurang mampu atau kurang gaul. Jadi bayangkan jika orang yang punya kemampuan setinggi apapun bisa jadi bodo lantaran latar belakang ditambah kondisi sosialnya tidak mendukung kapasitas diri untuk bisa berkembang. Sedangkan masabodo atau bebal adalah kurangnya pengetahuan atau informasi. Sikap bebal disebabkan karena tidak ingin, menolak, atau menegasi infromasi yang dihadirkan di depannya. Orang bebal bisa saja berpendidikan, cukup gizi, punya duit dan luas pergaulan. Modalitas semacam itu justru menjadi tembok tersendiri manakala yang bersangkutan dihadapkan pada sesuatu yang di luar jangkauan, sulit dipahami atau menganggu kenyamanan berpikirnya. Konsekuensinya adalah mengecilkan, menyepelekan dan menganggap remeh. I don't know what I don't know, until I know it. Begitu kira-kira.
"When you combine ignorance and leverage, you get some pretty interesting results." ~ Warren Buffett
Menghadapi orang bodo jauh lebih mudah ketimbang mereka yang masabodo. Orang bodo, apalagi punya keinginan untuk mengatasi ketidaktahuan akan gampang berproses dan bisa menjadi pintar. Maka mereka yang memulai sesuatu yang baru, ada baiknya tidak punya asumsi, prasangka atau pandangan yang sudah seolah-olah 'sotoy'. Kebiasaan seperti itu justru banyak dilakukan oleh mereka yang pintar atau cerdas; mulai dari nol dan selalu berlagak nol. Ilmu itu nggak ada habisnya dan menunjukkan kemampuan menguasai juga sama aja bo'ong. Ada langit di atas langit. Sebaliknya, orang yang masabodo sudah mulai terlebih dahulu dengan segelintir informasi yang menurut mereka sudah mumpuni. Tinggal perkara mencocokkan atau membandingkan. Akibatnya, para bebal ini nggak akan ngerti apa-apa. Hanya punya perspektif sendiri, bersikap subyektif dan berlagak paham. Ini kerap dijangkiti oleh orang-orang yang ilmunya tanggung. Nggak pernah bisa berada dalam perspektif yang berbeda, tak pernah merasakan proses, tapi maunya udah paham duluan. Kalo sudah dalam posisi seperti ini, jangan harap bisa kemana-mana. Nonton aja udah bagus. Paling banter jadi komentator dengan bahan itu-itu aja kan?
Jadi, tetaplah being humble dalam menghadapi apapun. Sebab tidak ada orang pintar menjadi sombong, atau orang bodo yang mau selamanya di situ. Wilayah kebebalan itu memang bikin nyaman; merasa sudah bisa, sudah ngerti, bahkan sudah melakukan sesuatu. Padahal isinya cuma opini yang hanya bisa mengkritik. Kalo ditanya, emang udah ngapain aja? Nah baru deh bacotannya mingkem sebentar sebelum mencari celah lagi. Tapi nggak kemana-mana juga akhirnya.