Dalam mencapai atau menginginkan sesuatu, orang akan membuat harapan. Sebab harapan adalah jarak antara dengan kenyataan yang ingin diraih. Kenyataan sendiri bisa beragam ukuran, entah kesuksesan, perolehan, keinginan dan sebagainya. Harapan adalah titik awal yang bukan sekedar ucapan. Kalo ngucap doang ya jadi ngecap. Harapan membuka jalan agar apa yang diimpikan, apa yang diinginkan bisa tercapai. Entah dengan perencanaan matang, eksekusi yang intensif dan sistematis, perbaikan terus menerus, upaya yang tidak kenal lelah, hingga sikap ngotot ngeyel yang nggak ada habisnya.
Oleh karena itu, proses dalam meraih kenyataan menjadi penting. Seberapa matang, intensif, sistematis, dan tak ada habis upaya yang dilakukan? Orang bisa saja terbentur sana sini, jatuh berkali-kali, tetapi tetap tidak kenal lelah untuk memikirkan cara dan alternatif apa yang bisa dilakukan. Jika terpaku pada satu cara saja dan gagal, jelas adalah kebodohan jika terus berulang. Dengan demikian, fleksibilitas tentu menjadi salah satu sifat yang harus melekat sepanjang dalam menemukan dan mengolah cara terbaik untuk meraih kenyataan. Jadi dapat dilihat bahwa di satu sisi butuh ketekunan yang bersifat sistematis, logis, rasional, sementara di sisi lain ada kreativitas, keluwesan dan juga kecepatan agar apa yang diinginkan bisa tercapai.
Maka kekeliruan pertama yang sering dijumpai adalah orang terlalu kaku untuk bisa menyambung antara harapan dan kenyataan. Tidak semua hal berorientasi terhadap subyek atau dirinya. Tidak semua hal dapat dikuasai begitu saja. Di dalam proses pasti akan ada banyak perubahan yang bahkan di luar kuasa karena datang dari luar. Orang yang merasa dirinya terlalu cerdas, serba bisa, atau memandang remeh setiap perubahan bakal remuk di dalam melihat kenyataan seperti itu. Ibarat di dalam dunia persilatan, di atas langit masih ada langit. Begitu songongnya keluar, ketemu yang lebih canggih, langsung patah itu ekspektasi.
Kekeliruan yang kedua, adalah terlalu lentur alias hanya membuat harapan, menunggu perubahan, tidak melakukan apapun, tapi begitu kenyataan berbeda kontan sakit hati. Itu sama kayak nunggu warisan jatuh dari langit. Pikirnya sudah pasti bakal kaya, tapi lupa kalo nanti juga bakal rebutan, bayar pajak, cepat habis, minim pengelolaan bahkan ujungnya nanti balik miskin. Dengan hanya menunggu, maka memelihara kemalasan akan membuat proses menjadi tidak berjalan. Tidak ada yang bisa dikembangkan hingga akhir hayat. Tapi songongnya sih masih tetap sama dengan yang merasa serba bisa. Terbiasa hidup di atas awan itu memang menyakitkan karena selalu gagal untuk menembus kenyataan kan?
Jadi untuk bisa meraih sesuatu, bukanlah proses sekali jadi. Bukan pula hanya modal ngotot ngeyel kaku, atau sebaliknya cuma menunggu. Padahal meraih sesuatu itu adalah cita-cita hampir semua orang. Bukan sekedar apa yang bakal didapat, tetapi juga dalam perjalanan menuju kesana akan ada banyak pembelajaran yang juga diraih. target itu penting, tapi proses menentukan kualitas macam apa target yang akan di dapat. Harapan membuat manusia tetap hidup, tapi mengubahnya menjadi kenyataan adalah cara mengisi hidup. Pesan semacam ini kerap diabaikan karena orang mau cepat berhasil. Maklum saja, ini kan zaman serba instan, material dan konsumtif. Jadi situ macem Endomih ya? baru dipanasin dikit dah lembek.