Memberi definisi terhadap happiness atau kebahagiaan itu mudah kok. Apalagi yang menyangkut perasaan tersonal terhadap sesuatu. Dalam bahasa Latin dikenal banyak kata dasar yang mengandung arti kebahagiaan seperti felicitas bermakna bahagia, keberuntungan, keberhasilan atau kesuburan. Ada juga gaudium yang berarti kebahagiaan, kesenangan dan kepuasan. Ada lagi beatum yang berarti keindahan, kebahagiaan atau terberkati. Belum lagi faustitas yakni kebahagiaan atau keberuntungan. Dalam bahasa Indonesia, selain kebahagiaan juga kesenangan. Bisa juga minjem bahasa Inggris jadi hepi. Dah gitu doang. Paling terakhirnya pake kata 'banget'.
Oleh karena minimnya ekspresi melalui kata dalam bahasa, maka patutlah dipertanyakan; sebenarnya kita beneran bisa bahagia menikmati ataukah cuma sekedar nyaman dalam pewe alias posisi wenak jadi males kemana-mana lagi? Pertama, bahagia mengandaikan suatu pencapaian paripurna yang didapat atas kerja keras, gila-gilaan, ekstrim bahkan bertolak seratus delapan puluh derajat sehingga kepuasan yang muncul akan hasilnya terwujud dalam perasaan semacam itu. Semisal orang yang mati-matian mengasah dan melatih diri dalam persiapan sebuah ujian kenaikan tingkat atau level dalam profesi sehingga diakui sebagai ahli. Atau katakanlah orang yang mengejar sesuatu atau seseorang dengan jerih payah untuk bisa mendapatkan melalui banyak pengorbanan. maka bahagia yang dimaksud adalah sebuah ekspresi kesenangan, kepuasan dan juga pemenuhan rasa atas keinginan yang tercapai.
Kedua, bahagia adalah sebuah perasaan yang muncul ketika berhasil mempertahankan prestasi, posisi, kapitalisasi atau apapun yang diharapkan tidak berkurang. Inget, menjadi juara pertama itu punya beban moral untuk bisa memegang posisi petahana. Jadi juara kedua juga punya beban mental untuk menghapus ketidakpuasan dan mencoba naik lagi pada kesempatan berikutnya. Justru yang enak itu juara tiga; nggak punya beban apapun tapi bisa tiga besar. Lantas dengan bertahan semacam itu artinya adalah membangun kenyamanan atas kepuasan yang didapat. Memperpanjang masa nyaman agar tidak terusik itulah adalah masa-masa bahagia yang harus bisa dijaga selama mungkin.
Jika demikian, pertanyakanlah pada diri sendiri; situ masuk pada bahagia yang mana? Jika pada kategori pertama dimana bahagia adalah dalam fase hasil pencapaian maka sudah barang tentu ke depannya adalah butuh sikap realistis bahwa itu hanya sementara. Jika pada kategori kedua dimana pencapaian dijaga selama mungkin, apakah betul masih ada rasa bahagia? Atau jangan-jangan cuma nyaman doang. Itu sama kayak nanya sama orang yang jatuh cinta, beneran falling in love ataukah cuma memenuhi rasa penasaran? Jika situ sudah bisa dapet gebetan atau mau digebet dan jadian, apa iya kemudian berlama-lama adalah hanya karena terbiasa dan enggan melepas kenyamanan? Pada tahap ini biasanya orang sudah tidak lagi bicara cinta, bahagia dan perasaan-perasaan emosional melainkan harapan yang dibuat seolah realistis. Maka muncul pernyataan-pernyataan seperti "hidup nggak cukup melahap cinta doang" atau "anak orang mau dikasih makan apa". Artinya, pikiran rasional sudah mulai memainkan peran dan mengambil alih perasaan yang selama ini membuncah. Terbukti bahwa bahagia adalah sementara. Memperpanjangnya dalam hal kenyamanan hanyalah membuat orang tidak bisa bergerak lebih jauh.
“Some people are happy only because they have managed to deceive others into believing that they are happy.” ~Mokokoma Mokhonoana
Itu sama seperti orang yang mmemupuk harapan palsu sejak dini bahkan kepada dirinya sendiri. Omong gede bertingkat seolah menguasai permasalahan, mengerti jalan keluar, tapi tidak melakukan apa-apa. Sebab apa yang dikatakan hanya sekedar bumbu sosial agar bisa diterima oleh orang lain. Dirinya sendiri tidak beranjak dan merasa cukup puas bahagia ada di level itu. Akan tetapi yang tidak disadari oleh para pengikat kebahagiaan temporer dan semu itu adalah (a) waktu terus berjalan dan konsekuensinya (b) usia tidak lagi muda sehingga (c) kesempatan semakin menipis untuk melakukan perubahan atau peningkatan berbanding lurus dengan waktu yang tersisa. Kebahagiaan pada akhirnya hanya digunakan untuk menghibur diri ketika melihat orang lain sudah menderap maju, berproses dan meninggalkannya satu persatu.
Maka tidak mengherankan jika keliru menafsirkan kebahagiaan dan menjadikannya sebuah kenyamanan akan beresiko tinggi. Bahagia hanyalah sementara karena sebagai hiburan penarik nafas untuk memulai sesuatu yang lebih baru. Bahagia hanyalah semu karena perasaan semacam itu dibutuhkan untuk memberi motivasi agar bisa lebih baik lagi. Jika bahagia hanya sekedar nyaman, maka tidak akan kemana-mana. kalau demikian bahagia menjadi racun yang membusuki daging, menimbulkan kecemasan dalam pikiran bawah sadar tapi tidak banyak yang bisa dilakukan. Tau-tau ada yang nyeletuk, lu kemane ngapain aje? Gimana nggak puyeng jadinya.