Biasanya tidak semua orang demen dengan berkompetisi. Tindakan itu dianggap identik dengan persaingan, dan persaingan umumnya tidak sehat alias bisa saling menghancurkan. Selain itu, berkompetisi menimbulkan rasa jengah alias tidak nyaman yang tak perlu. Bukankah lebih enak adem ayem kan, ketimbang mikirin bersaing dengan segala cara? Begitu katanya. Oleh karena itu, kalo bisa sih berkompetisi dihindari. Orang milih untuk bekerjasama, berkolaborasi yang dianggap lebih menguntungkan ketimbang bersaing.
Sampai di situ orang biasanya nggak tau, bahwa kerjasama atau kolaborasi jauh lebih sulit. Untuk bisa barengan mengerjakan sesuatu, tentu saja ukuran, kebiasaan, proses, target dan tujuan harus setara. Kalo ada yang nggak sama, sudah pasti cuma bisa ngebebek doang atau ditinggal begitu saja. Emangnya kagak capek apa ngurusin orang yang cuma ngikut tanpa ada upaya? Cuma mau disuapin atau melakukan tindakan secara minimal? Pegel dong pasti. Oleh karena itu kompetisi adalah jalan yang harus ditempuh. Pertama, akan ada upaya untuk secara aktif mengukur, membiasakan diri, menyamakan proses, melebihi target dan mencapai tujuan lebih besar. Kedua, kompetisi jelas tidak nyaman. Justru ketidaknyamanan itu membuat tekanan yang dibutuhkan agar orang mau bergerak. Dengan keresahan yang terkendali, maka siapapun yang mau bersaing akan rela disepak pantat supaya mau menang, mau unggul. Ketiga, kompetisi yang sehat akan selalu bersifat produktif dengan target tertentu. Terlebih di dunia bisnis, hal tersebut akan memacu inovasi dan pengembangan yang dibutuhkan sebagai solusi dari permasalahan yang muncul. Apalagi kalo melihat dinamika pasar, sudah pasti persaingan dan oenemuan terbaru akan menjadi tujuan.
Akan tetapi kompetisi juga tidak selamanya sehat. Kompetisi bisa dilakukan dengan sakit alias kontraproduktif. Kompetisi semacam itu umumnya dilakukan dengan tujuan personal hanya gegara sirik iri dengki nggak tahan melihat orang lain jauh lebih berhasil ketimbang dirinya. Persaingan yang muncul dilakukan secara sepihak, sebab orang yang harus disaingi belum tentu juga paham bahwa ada kompetisi yang berat sebelah. Contoh sederhana dalam kompetisi semacam ini adalah meniru, menjiplak atau mimikri dari setiap tindakan orang yang dianggap kompetitor. Padahal ini jelas nggak otentik dong ya, jatuhnya hanya bisa mengekor tanpa kejelasan tujuan. Kompetisi yang sakit juga bisa berangkat dari ketidakpuasan internal. Hidup yang gitu-gitu doang monoton basi, tapi harus tetap tampil sebagai pribadi yang maju, progresif dan bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Dengan kata lain, kompetisi hanyalah sebagai pengalih perhatian dari kejenuhan. Kompetisi jadi alat untuk sekedar cari kegiatan biar dibilang setidaknya ada kemajuan dalam hidup yang membosankan.
"Your competition is not other people but the time you kill, the ill will you create, the knowledge you neglect to learn, the connections you fail to build, the health you sacrifice along the path, your inability to generate ideas, the people around you who don't support and love your efforts, and whatever god you curse for your bad luck." ~James Altucher
Itulah sebabnya, secara umum orang jadi males melihat kompetisi. Butuh seleksi terlebih dulu kalo beneran mau bersaing dan jels dulu apa yang dituju. Jika untuk kepentingan bersama, maka kompetisi akan terleihat jernih dan bahkan bisa menjadi fase pengenalan yang baik sebelum berkolaborasi atau kerjasama. Dengan berkompetisi secara sehat, maka setiap pihak yang terlibat akan mampu mengukur diri baik dari sisi kualitas maupun pencapaian masing-masing. Selain itu, kompetisi yang tersulit adalah bukan bersaing dengan pihak lain melainkan dengan diri sendiri. Mengapa sulit? Sebab harus ada kejujuran dan niat serius untuk mencapai sesuatu hanya berbasis kualitas diri yang hanya diri sendiri tau. Bersaing dengan diri sendiri artinya akan ada selalu perbaikan atau improvement terus menerus secara obyektif dari hari ke hari. Berkompetisi dengan diri sendiri sudah pasti punya fase, milestone hingga pencapaian yang meski dirasakan diri sendiri tapi dampaknya akan menjadi positif terhadap orang lain. Mampukah? Belum tentu.
Nah, situ bayangin kalo ada orang yang sudah maunya bersaing dengan cara sakit, buang energi, eh ujungnya cuma mimikri, jadi impostor atau peniru, dan nggak sejati pula. Kalo gagal, tambah dengki pula. Gawat kan?