Dalam hidup, apalagi bocah sudah pasti akan sering merasakan bosan. Tapai itulah uniknya jadi anak kecil. Gampang bosan nggak tau mau apalagi, kemudian menebusnya dengan perbuatan jail, iseng atau bahkan bisa desktruktif. Sebagian orang dewasa tentu tidak begitu, kecuali mereka yang memang sudah terbiasa dan masih kekanak-kanakan. Sebab rasa bosan pada hakekatnya adalah menurunnya kapabilitas intelektual atau kognitif seseorang yang memang selalu fluktuatif alias naik turun. Ada kalanya orang bisa bersemangat, ada masanya juga jenuh. Pada titik jenuh dimana orang tidak mampu berpikir tajam maka kebosanan itu muncul. Terlebih jika ditambah dengan situasi yang tidak berubah, atau kondisi stagnan nggak ada perkembangan sama sekali.
Jadi salah satu cara untuk melakukan penyegaran pikiran hingga suasana adalah dengan tetap membuat diri ini terhibur, setidaknya sampai nggak merasa bosan. Hiburan sudah pasti macem-macem. Ada yang gratis, ada yang berbayar. Ada yang sebentar, ada yang perlu waktu lebih lama. Ada yang cukup sendirian, ada yang rame-rame. Maka entertainment menjadi kata kunci untuk mengurangi kebosanan. Akan tetapi hiburan yang permanen dan dilakukan secara sistemik sudah pasti nggak ada variasi. Ujungnya ya bosan lagi kan? Masa menghibur diri atas kebosanan gegara terlalu sering dihibur? Mana yang bener?
Padahal efek dari kebosanan akut yang tidak terselesaikan adalah sangat merusak mental. Selain menjadi tidak fokus, pikiran kosong, atau malah stuck berhenti di situ aja. Bosan itu alami; siapa saja bisa merasakan entah sebagai konsekuensi tindakan, pola atau berpikir, bisa juga karena proses yang panjang dan melelahkan. Bosan memang alamiah muncul, tapi perlu adanya manajemen atau pengelolaan bosan secara baik sejalan dengan usia. Jika anak kecil bosan bisa menangis meraung-raung, karena ia belum punya cara efisien untuk menanggulangi rasa bosan. Nah, bayangkan jika itu orang dewasa; apa pantes begitu?
Meski muncul secara alamiah, bosan itu adalah pilihan kok. Setiap orang punya cara masing-masing untuk tetap memelihara antusiasme atau menjadi bosan sama sekali. Jika antusiasme terjaga dengan baik maka apa yang dilakukan bisa jadi kecil kemungkinan untuk tetap bosan. Jika jenuh dibiarkan maka segala upaya untuk bisa memulihkan suasana ya bakal tetap anyep. Oleh karena pilihan, maka nggak ada gunanya juga bilang ke siapapun juga kalo lagi bosan, atau malah ngajak-ngajak minta dihibur supaya tetap semangat. Disinilah perbedaan antara bosan orang dewasa dengan anak kecil. Orang dewasa tentunya sangat peka menjaga sikap. Jika ia melihat yang lain sedang suntuk, maka nggak perlu banyak omong orang itu akan mengupayakan yang terbaik untuk menyemangati yang lain. Jika ia sendiri yang jenuh, nggak perlu juga teriak-teriak cari perhatian. Beda ya sama anak kecil; dikit-dikit caper minta ditemenin sampe dijajanin.
"Is life not a thousand times too short for us to bore ourselves?" ~Friedrich Nietzsche
Jadi orang dewasa yang bertingkah seperti anak kecil; kegirangan kalo dihibur dan ngambeg kalo dicuekkin adalah tanda kurangnya pengalaman hidup. Segala yang datang dari orang lain adalah dalam konteks untuk menjadikan diri mereka sebagai fokus atau pusat perhatian. Maka seandainya ada orang dewasa yang membawa boredom dilemma atau dilema kebosanan, tanya aja apa sekiranya yang bisa membuatnya senang atau beri pilihan. Tapi jika dijawab secara pasof agresif seperti 'terserah' dan ketika disodori pilihan lain malah menolak, bagusnya ya ditampol aja. Tua-tua kok kekanakan. Minta dihibur pula. Heran dong ya.