Budaya literasi atau membaca orang Endonesha jaman sekarang itu benar-benar minim. Kalah oleh budaya visual yang semakin merebak di generasi yang lebih muda. Sebab daripada membaca, lebih baik melihat untuk bisa memahami sesuatu. Membaca dianggap sebagai kegiatan yang membosankan, bergumul dengan teks saja, tidak memberikan semangat yang dapat membantu orang untuk bisa berimajinasi?
Padahal dengan membaca, imajinasi kita ditantang untuk bisa memvisualisasi secara bebas. Seperti halnya membaca novel, maka bayangan tentang penokohan atau kejadian bisa muncul melalui narasi yang ada. Hal ini berbeda dengan melihat komik atau bentuk grafis dimana visualisasi sudah terbentuk melalui gambar atau grafis yang tersedia. Terlebih dengan film atau ilustrasi bergerak di mana penglihatan orang dimanjakan sehingga imajinasi semakin minim didapat.
Sementara itu, literasi sendiri di dalam publik terbagi menjadi empat. Kelompok pertama adalah mereka yang membaca karena kebutuhan minimal. Tidak akan menyentuh buku atau literatur kalau tidak perlu. Bisa karena tren, fear of missing out, atau ogah kehilangan pembicaraan. Buku pun harus memiliki konten ringan. Kelompok kedua adalah mereka yang membaca karena hobi. Apa saja bisa dilalap habis dan selalu menginginkan untuk bisa menikmati bahan bacaan. Mau berat atau ringan, sama saja. Kelompok ketiga adalah mereka yang membaca karena terpaksa. Baik pelajar, mahasiswa atau akademisi yang memang karena tugasnya untuk membaca. Bisa jadi tidak punya waktu untuk membaca yang lain. Kelompok keempat adalah yang tidak membaca sama sekali. Beli buku karena hoarding alias menumpuk tanpa disentuh. Ketika ditanya isinya, gagal paham.
Terlepas dari kategori secara kasar tersebut, literasi kita benar-benar miskin, Cuma rangking 62 dari 70 pada riset tahun 2019. Maka butuh kerja keras agar orang benar-benar mau bukan saja membaca, tetapi juga mencerna, menganalisis dan membandingkan. Budaya baca yang idealnya meluas, hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu seperti di dalam empat kategori di atas. Itu pun masih sedikit yang benar-benar serius. Seberapa serius? Coba cek, punya perpustakaan nggak di tempat tinggal masing-masing. Era koran sudah lewat, masa jaman buku meski jadi e-book pun juga nggak punya. Kelewatan.