Seringkali orang terpukau dengan cerita keberhasilan atau success story. Kisah tentang bagaimana seseorang atau sekawanan membangun sesuatu, meraih cita, bermandi keringat dan air mata, kemudian menggapai dan mendapatkan apa yang diinginkan. Kenapa pada demen? Sebab katanya kisah sukses itu bisa menjadi motivasi, membangkitkan hasrat dan keinginan orang yang mendengar agar turut dan mau menjalani proses yang sama agar juga menjadi berhasil. Yakin? Padahal biasanya orang mau ikutan nguping justru karena pengen tau aja ending yang bahagia. Sama kayak nongton pilem diskip-skip atau pelototin sinopsis. Prosesnya bodo amat. Keringat dan air mata sih iya, tapi berdarah-darahnya kan belum tentu diceritain. Selain itu, motivasi biasanya cuma berlaku sesaat. Sama persis seperti orang lagi beribadah ya bakalan berasa tercerahkan hingga terbang ke langit. Bisa mewek nangis bombay, tapi begitu selesai ya bikin dosa lagi kagak berasa juga.
Jadi sebenarnya yang dibutuhkan itu adalah kisah gagal atau unsuccess story. Sebab dengan kegagalan yang terjadi bisa jadi benchmark bahwa hal semacam itu adalah batas bawah atau minimal yang tidak boleh terjadi. Menggapai langit bisa tanpa batas dan bisa sakit leher, tapi nunduk ke bawah melihat dan menginjak taik kucing bakal jadi pelajaran nyata. Dengan begitu, orang tidak akan terbuai tetapi tertampar untuk melihat bahwa ada hal-hal yang bisa jadi memalukan, tidak ingin dilakukan atau ditiru, atau juga sesuatu yang buruk dilakukan orang lain.
Maka dalam melihat bisnis pun, jangan pernah terpukau dengan keberhasilan. Selain proses berbeda, output juga macem-macem dan relatif. Dengan melihat cerita kegagalan, maka itu jadi pelajaran penting. Semisal ada perusahaan yang dahulu amat birokratis di dalam layanan, sangat personal dan seringkali solusi yang diberikan tidak memuaskan. Setelah ada perkembangan teknologi, perusahaan tersebut berhasil memangkas prosedur, mudah dihubungi customer, sangat profesional dalam berkomunikasi, tapi solusinya juga ala-ala. Jadi apa yang berubah? Di satu sisi, ada perkembangan menakjuban dengan soal kecepatan layanan, tapi di sisi lain kualitas layanan jadi makin amburadul karena perubahan secara organisasi tidak berjalan merata dari hulu ke hilir.
Melihat kondisi semacam itu, maka menjadi penting buat siapapun yang mendengar dan mempelajari terutama kompetitor, untuk melihat bahwa ada banyak hal yang bisa dilakukan sebagai improvement. Tentunya tanpa melihat kegagalan itu di dalam perusahaan sendiri. Gimana nggak enak? Selagi perusahaan itu tidak memperbaiki dirinya atau jangan-jangan kagak sadar, maka orang lain bisa memetik pelajaran dari situ. Nah, hingga di sini pasti ada titik cerah terhadap sebuah kegagalan. Oleh karena itu jangan bersedih jika selalu gagal, gak pernah mencapai target, mimpi mulu, main di konsep, sekalinya ngincer kakap malah dapet cere, pontang-panting mengejar masa depan, pengen apapun nggak kesampaian. Pokok jangan bersedih. Setidaknya dirimu masih berguna sebagai contoh cerita kegagalan agar tidak ditiru orang lain. Iye kan?