Judul di atas boleh saja dianggap provokatif, tapi itu lumrah. Pengalaman belasan tahun memang menunjukkan bahwa dalam bisnis tidak ada istilah saudara dan kawan. Kok bisa? Ada beberapa alasan penting yang dapat dikemukakan. Pertama, bisnis apapun bentuknya sama seperti juga profesi atau pekerjaan adalah bau uang. Mau uangnya cuma seiprit tapi mereka yang duluan mengendus baunya sudah pasti orang-orang yang dianggap dekat. Siapa lagi kalo bukan saudara dan kawan. Apalagi jika si empunya bisnis adalah orang yang tidak tegaan, solider dan juga pada dasarnya doyan dipuji. Maka mereka yang datang mencicip entah minta kerja, minta proyek, minta bagian atau hanya sekedar minta ditraktir adalah orang-orang yang dikenal.
Kedua, kawan dan saudara umumnya tidak punya rasa sungkan. Semakin dekat, akan semakin mudah buat mereka untuk mengekespresikan keinginan, menyatakan permakluman bahkan juga ketiadaan pertanggungjawaban. Semisal tau ada proyek yang bisa dikerjakan, sontak ada antrian dengan atas nama persaudaraan dan perkawanan. Bayaran bisa jadi relatif minta lebih besar, tapi bagaimana dengan tanggung jawab? "Ah kita kan berteman masa' sih nggak mau bagi-bagi rejeki" tetiba bisa berganti dengan "Ya masa gitu aja lu perhitungan sih sama gue, kayak bukan teman aja". Nah! Jadi perkawanan dan persaudaraan sudah mulai memperlihatkan wajah sesungguhnya; infesiensi dan juga beban.
Ketiga, dengan demikian kawan dan saudara bisa dengan mudah mencampur aduk mana urusan personal dan mana profesional. Batasan-batasan yang ada menjadi semakin kabur. Mereka bisa merengek, curhat bahkan mengangkat urusan yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan pekerjaan. Apa yang menjadi tanggung jawab bisa dengan mudah tergusur lantaran kawan dan saudara dengan tanpa canggung buang badan. Di satu sisi, upaya untuk memformalisasi hubungan kerja bakal jadi percuma karena asumsi ada kedekatan relasi yang idealnya bisa mempermudah. Akan tetapi di sisi lain, mengandalkan sekedar kawan dan saudara akan berbuah menjadi rasa tidak enak dan cenderung mengabaikan masalah yang harus bisa diselesaikan secara profesional.
Sebab di dalam relasi profesional, kerja dan bisnis sudah pasti ada hirarki, ada tanggung jawab, ada upaya mencari solusi tanpa harus pake hati. Istilahnya, apapun yang jadi urusan orang lain nggak ada sangkut pautnya. Mau jungkir balik kek emangnya harus dipikirin toh yang terpenting adalah tugas bisa diselesaikan dengan baik. Selain itu, ada tuntutan progress atau kemajuan yang hanya bisa didapat dengan jalan yang mengedepankan proses evaluasi, obyektivitas, kritik bahkan juga jatuh bangun. Dengan semangat perkawanan dan kekeluargaan, kemajuan tersebut malah terbentur dengan rasa nggak enakan, tau sama tau, subyektif, anti kritik dan ujungnya yang mendekam bersama. Maju kagak, mundur ogah, akhirnya muter-muter doang. Itulah sebabnya ketika bisnis dijalankan dengan mental paguyuban, kemajuan yang didapat akan menjadi tidak berarti. Muter-muter di situ doang, sebab kawan atau saudara selalu membutuhkan kompromi. Menikung sekali pun, pasti ditanggapi dengan keheranan, "ah masa' iya sih bisa tega gitu sama gue?". Bisalah.
„In business, sir, one has no friends, only correspondents.“ ~ Alexandre Dumas
Jika di dalam bisnis jelas tidak mungkin mengandalkan relasi kerja atau proses dengan berbekal persaudaraan atau perkawanan, tapi sebaliknya malah bisa mencari kawan atau bahkan saudara. Perkawanan dan persaudaraan yang didapat dari relasi bisnis, bisa jauh kuat dan menyenangkan ketimbang kawan atau saudara sendiri yang awalnya nyemplung di dalam bisnis. Hal itu memungkinkan lantaran di dalam bisnis berlaku juga proses alamiah tentang siapa yang bisa tahan uji, siapa yang bisa diandalkan, siapa yang juga bisa menepati janji. Bisnis adalah proses yang sangat keras, dingin bahkan buat sebagian orang didorong oleh bau cuan. Akan tetapi mereka yang bisa lolos dari prosesnya, sudah pasti akan menemukan orang-orang yang bisa saling mengandalkan. Bukankah itu kawan bahkan saudara dalam arti sesungguhnya? Maka sekalipun sudah jadi kawan atau saudara duluan, tetap harus bisa mengikuti alur secara profesional, bertanggung jawab dan pastinya bisa diandalkan.
Oleh karena itu, jangan pernah ngaku kawan atau saudara jika nggak pernah melewati proses alamiah tersebut. Soal janji, soal duit dan soal kerja adalah tiga hal yang menjadi tolak ukur integritas seseorang di dalam menjalankan bisnis. Apalagi datang cuma karena mau berbagi kebahagiaan, tanpa pernah bisa mengikuti proses. Cuma mau didengar tapi abai dengan tugas dan dan kewajiban. Mereka yang sok-sokan merapat sudah pasti hitungannya adalah bukan kawan atau saudara yang berkualitas semacam itu. Bisnis memang menjadi parameter dan seleksi yang nyata. Seperti apakah orang yang dekat bersama kita? Apakah mereka juga bisa dibutuhkan selayaknya mereka butuh kita? Begitu bau duit segera mendekat, bau kerja kontan mencelat. Kalo istilah bapack-bapack jaman sekarang, itu manusia kardus. Cuma bisa ngemeng doang menjanjikan sukses bareng tapi giliran kerja malah main sorong. Kualitas yang diberikan juga ala kadarnya; kena air langsung lapuk. Namanya juga kardus kan?