Kalo bicara tekanan atau stress, maka kembali lagi orang punya cara, strategi atau membangun kebiasaan yang disebut coping mechanism untuk bisa mengelolanya. Akan tetapi, tidak semua cara tersebut sehat. Dengan kata lain, resiko dan dampak coping mechanism yang dibangun justru ebrsifat eksesif dan malah menimbulkan ketegangan baru. Nggak lucu aja, mau mengelola tekanan malah jadi tambah tertekan. Sadar atau tidak, pengelolaan yang salah dapat menimbulkan masalah baru. Contohnya seperti menghindari isu atau masalah, yang katanya biar nggak stress. Padahal mana ada sejarahnya masalah bisa selesai kalo dibiarin. Selesai sendiri? Malah yang ada semakin menumpuk dan menggunung. Tau-tau bingung mau mulai dari mana.
Sama halnya dengan tidur yang terlalu banyak. Sebagian orang ada yang memilih tidur untuk menunda atau melupakan masalah. Ya tetep aja itu masalah masih menunggu di pintu masuk. Kalo sulit tidur, malah bergantung dengan obat-obatan dan alkohol. Bertambah lupa, semakin menunda, tapi badan juga menjadi lemah dan rusak. Artinya, coping mechanism yang diterapkan menjadi destruktif ke dalam. Apa yang diharapkan lenyap malah menjadi semakin menjadi, ditambah pula dengan masalah baru yakni soal kesehatan personal.
Kebiasaan merusak badan juga bisa dilakukan dengan coping mechanism lain seperti makan yang berlebihan. Setiap ada tekanan, bawaannya langsung melahap. Resiko obesitas biasanya disusul juga dengan problem seperti soal tekanan darah gula darah, jantung dan gangguan fisik lain. Itu adalah jenis yang terlihat. Asakah kebiasaan lain yang tak terlihat dan bahkan tak disadari dilakukan? Misalnya dengan belanja kagak ngotak alias impulsive spending. Beli sana sini yang nggak diperlukan atau butuh, tapi ada kepuasaan saat membeli. Apa yang dibeli bukan saja soal materi yang kelihatan mahal atau mewah, tapi bisa juga benda lain. Semisal membeli buku tapi nggak pernah dibaca. Cuma pengen beli aja, biar dianggap punya. Nah, beli karena cuma pengen punya inilah yang kemudian menjadi coping mechanism tanpa pertimbangan.
"Problems are not the problem; coping is the problem." ~Virginia Satir
Jadi gimana dong caranya supaya bisa meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang nggak sehat semacam itu? Pertama, menyadari bahwa ada alternatif lain yang bisa dilakukan ketimbang melakukan sesuatu hal destruktif dalam mengendalikan tekanan. Bisa olahraga kek, jalan-jalan kek, nonton apa kek, atau kegiatan lain yang punya kontribusi semacam added values ke dalam hidup. Mempelajari atau menekuni hobi salah satunya. Dengan mengendalikan stress semacam itu, sudah pasti ada benefit yang bisa diraih ketimbang ngancurin diri sendiri.
Kedua, menyadari bahwa pura-pura sibuk juga bukan jawaban yang bagus untuk mengendalikan tekanan. Banyak orang yang blingsatan ngerjain ini itu, sulit untuk bisa dipegang bahkan terkesan hiperaktif. Padahal pura-pura sibuk adalah sekedar membunuh waktu, bingung terhadap kesepian dan hanya pengalihan yang ebrsifat sementara. Lantas harus apa? Ya berimbang sajalah antara gelisah di bawah tekanan sekaligus mampu menyalurkan energi untuk bisa membebaskan diri. Santai jauh lebih diterima. Santai nggak identik dengan berpangku tangan, jadi nggak perlu malu kalo selagi bisa rebahan.
Ketiga, dengan pengendalian dan pelampiasan yang tepat, maka ada banyak energi yang bisa disalurkan secara proporsional ketimbang harus melelahkan diri atau melarikan diri secara maksimal. Bolehlah sesekali ngebut pengen maikan enak, buang duit atau rada eksesif, tapi nggak perlu juga jadi rutin. Bolehlah mencari aktivitas atau mengerjakan banyak hal tapi kalo cuma pelarian blagak sibuk ya hasilnya bisa ketaker. Cuma bikin capek doang, padahal badan semakin renta dan menua. Buat apa?