Sebagian orang mungkin pernah mendengar ungkapan "everything we hear is an opinion, not a fact. Everything we see is a perspective, not a truth." yang berarti semua yang kita dengar adalah opini, bukan fakta. Semua yang kita lihat hanyalah sudut pandang, bukan kebenaran. Konon katanya ungkapan itu berasal dari Marcus Aurelius, kaisar Romawi yang juga seorang filsuf. Faktanya bukan dia yang ngomong, melainkan kaisar yang bernama Septimius Bassianus dan ganti nama jadi Marcus Aurelius Antoninus. Mirip kan? Padahal emang nggak sama.
Terlepas dari siapa yang mencetuskan dan faktanya sudah jelas, ungkapan semacam itu punya arti penting. Hampir semua orang sekarang sibuk beropini bahkan dalam ruang yang tampak sungguh-sungguh sekalipun. Misalnya saja di media sosial. Orang tau platform mana yang biasa digunakan untuk berkicau, pamer gambar atau bahkan kombinasi keduanya. Akan tetapi dalam ruang yang lebih serius macem buat cari lowongan kerja, semua mendadak jadi sempurna. Mulai dari portofolio yang dipoles, postingan status soal apa yang sedang dikerjakan, kasih jempol buat tulisan motivasi, komentar buat para top level management biar dilirik, sampai menjual diri lewat kualifikasi yang terkadang bikin jidat berkerut; emang sedemikian pengalamannya ya sampai harus begitu?
Hal yang lebih memprihatinkan adalah seringkali juga apa yang sedang jadi proyek atau garapan yang sifatnya strategis dan konfidensial bisa bocor di media sosial. Itu gegara nggak bisa nahan jempol untuk foto atau bahkan sharing hal-hal yang sebenarnya nggak perlu diumbar. Tapi ya wajar saja, levelnya juga baru segitu jadi belum paham bahwa kerja atau bisnis juga punya kerahasiaan yang patut dijaga. Entah soal klien, cakupan proyek, kedalaman analisis bahkan temuan sudah pasti nggak bisa jadi postingan.
Itu opini yang tercampur bawur di dalam media sosial. Fakta harus bisa dipelototin dan dikupas jika memang ada intensi untuk ke arah sana. Ternyata dari fakta yang ada, tidak seindah yang dikira. Dalam platform yang sama, banyak perusahaan juga posting soal lowongan kerja. Ada yang ngelamar? Bisa jadi dicuekin, namanya juga cuma sekedar basa-basi. Rekrutmen yang lebih serius atau bahkan tidak serius karena mengandalkan word of mouth dan refrensi, tentu lebih mudah dilakukan ketimbang menghadapi para anonim di media sosial. Itu juga yang bikin gen Z semakin kesel; udah ngelamar pake poke atau colek tapi malah dicuekin. Itulah fakta.]
“Truth is not what you want it to be; it is what it is. And you must bend to its power or live a lie.” ~Miyamoto Musashi
Atau bisa jadi memang semua hanyalah cara pandang. Tidak ada yang benar atau salah. Semua jadi serba abu-abu. Kebenaran sendiri menjadi semakin relatif gegara setiap orang jadi punya cara pandang yang berbeda. Tinggal soal kuat-kuatan aja. Kalo ngelamar kerja jadi sebuah keharusan dan kepastian melalui media sosial, mungkin di tahun-tahun mendatang memang jadi sesuatu yang normal. Sama seperti opini yang terus berkembang. Di jaman gini, komentar dan jempol terbanyaklah yang dianggap sebagai fakta yang cukup kuat untuk sebuah pembuktian dan punya kebenaran tersendiri. Gimana nggak asoy tuh? Jadi apa yang dianggap benar adalah jika disetujui orang banyak. Apa yang dianggap sebagai fakta adalah ketika omongan bisa didominasi. Situ bisa aja tampial sebagai sosok yang sukses, terpandang dan penuh pengalaman di media sosial. Tapi jika ternyata cuma pecundang di dunia nyata, ya sama aja bo'ong.