Kalo diperhatikan secara cermat, yang namanya hidup itu selalu ada masalah yang datang silih berganti secara konstan. Maka jangan ngarep kalo selagi hidup nggak akan ada masalah. masalah seseorang baru hilang kalo dia dah mati. Oleh karena silih berganti secara konstan, maka setiap penyelesaian satu masalah akan ada yang lain muncul. Entah sebagai efek, resiko, konsekuensi, tambahan atau apapun. Itu jelas nggak bisa dihindari. Ibarat orang lapar, trus cari makan. Mau makan harus punya duit, ya kerja cari duit. Begitu dapet duit dan beli makan, lapar hilang. Selesai? Nggak juga. Mendadak sakit perut diare, harus cari obat. Begitu dan seterusnya. Kadang ada masalah yang linier, tapi ada juga yang siklis. Linier terus sambung menyambung menjadi satu, siklis memutar dan memang harus selalu diselesaikan secara rutin.
Untuk bisa menyelesaikan masalah, tentu dibutuhkan kapabilitas atau kemampuan. Umumnya hal itu adalah bersifat kognitif, yakni pemecahan masalah secara rasional, menggunakan akal sehat dan sudah pasti ada cara berpikir yang digunakan. Akan tetapi tidak semua orang mampu melakukannya. Sebab ada yang begok, ada yang cerdas. Itu adalah hal yang bersifat mutlak. Bodoh bisa berarti ketidaktahuan, kekurangan kemampuan berpikir. Sebaliknya, cerdas adalah kemampuan berpikir untuk menyelesaikan masalah dengan (1) cara terbaik dan (2) waktu secepat dan seefisien mungkin.
Menjadi catatan bahwa bego atau cerdas itu bukan soal genetik. Seseorang bisa saja cerdas dalam satu hal, tapi bodonya minta ampun dalam hal lain. Jadi kapabilitas itu nggak bersifat mutlak. Selain itu, bego atau cerdas butuh latihan secara konstan terus menerus. Orang yang tadinya nggak tau atau nggak paham, begitu dihadapi masalah bertubi-tubi lama-lama jadi biasa untuk mampu bisa menyelesaikan. Demikian pula yang cerdas dan punya kerangka berpikir, tapi gegara malas nggak mau tau ya lama-lama nggak mampu juga menyelesaikan masalah. Maka lebih baik orang ngaku nggak ngerti sama sekali dan mau belajar menyelesaikan, ketimbang mereka yang merasa sudah tau, sotoy tapi sebenarnya nggak punya pengalaman.
Jadi menyelesaikan masalah tidak cukup hanya dengan kerangka teori, hipotesis atau pernyataan yang kemudian mundur menjadi sekedar asumsi. Harus ada pengalaman yang bersifat reflektif dan dan jadi pembelajaran penting untuk bsia mencari jawaban yang benar dan tidak mengulangi yang salah. Dari situlah kemampuan manusia berkembang. Nggak lagi jadi goblok tapi dah pinter untuk bisa menghadapi masalah. Jika cara yang lebih baik bisa ditemukan, maka sejalan dengan waktu dan pembiasaan dapat pula menyelesaikan masalah dengan lebih cepat. Dengan semakin baik dan semakin cepat, maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan akan mampu membuat dirinya menjadi lebih terbiasa dalam menjawab tantangan yang lebih baru, lebih besar dan lebih kompleks.
“If I had an hour to solve a problem I'd spend 55 minutes thinking about the problem and 5 minutes thinking about solutions.” ~ Albert Einstein
Apakah proses semacam itu berlaku buat setiap orang? idealnya sih begitu. Tapi ada juga yang udah ciut dan berpikir bahwa lebih baik diam di tempat ketimbang menghadapi. Jika sudah terbiasa dan harus menghadapi masalah baru, sudah pasti itu jadi mengerikan. Ada juga yang kabur begitu saja, menanam benih masalah tanpa pernah berniat menyelesaikan. Ada lagi yang hanya mengulang pola yang sama, selalu jatuh ke dalam lubang yang itu-itu juga dan nggak pernah bisa berkembang. Semua itu adalah pilihan. Sama halnya dengan hidup itu sendiri. Mau jadi orang yang kemudian bisa cerdas mumpuni, atau bebal karena memelihara kebodohan. Terserah lah ya.