Istilah self-improvement adalah hal yang biasa terdengar di telinga jika seseorang akrab dengan aktivitas pembuktian dan perbaikan diri. Tidak ada tuasi yang lebih dinamis pada saat ini ketimbang dekade yang lampau. Bayangin aja, angka pengangguran diperkirakan akan melonjak setelah semester 1 tahun 2022. Banyak perusahaan yang jika tahun lalu masih berusaha mempertahankan karyawan dengan potong gaji dan fasilitas, sekarang perlahan mulai melepas. Jika tahun lalu masih enggan melepas pekerjaan karena berpikir harus bisa selamat dalam pandemi, maka ketika mereda orang justru berpikir untuk mulai mencari yang lebih baik.
Jadi itu bukan soal gegara wabah, digitalisasi, atau resesi aja. Situasi terkini juga tambah berat dengan lesunya penjualan properti, kenaikan pajak, melonjaknya harga bahan pokok yang sudah tidak bisa dikontrol pemerintah perti minyak goreng, bbm ikutan naik dan seterusnya. Kalo diakumulasi dari perspektif makro tersebut, maka potret tentang bagaimana seseorang bisa bertahan di dalam kerasnya kompetisi eksternal juga makin buram. Bursa tenaga kerja tidak saja diisi oleh orang-orang muda yang beranjak dewasa dan mencari pengalaman, tetapi juga paruh baya yang masih harus berjuang cari nafkah serta belum rela untuk menggeser posisi. Jangan heran jika soal usia jabatan jadi isu kan?
Bisa dibayangkan jika semakin banyak orang yang bertambah tua, pekerjaan gitu-gitu aja, dibayar kontrak, nggak punya properti alias juga masih ngontrak, berharap kelak diurus anak, dan jumlah ini lama-lama semakin banyak. Artinya, dari sisi skema sebuah perjalanan hidup tidak ada perkembangan baik dari sisi eksplorasi kemampuan, kualitas hingga fase yang berarti. Rata-rata macet di tengah. Sementara di bawah yang jauh lebih muda, potensial, produktif juga jadi gelisah karena menunggu giliran. Di atas? cuma segelintir yang bisa menikmati.
Lantas apa hubungannya dengan self-improvement? Pertama, itu adalah satu-satunya kunci untuk bisa keluar dari pola yang stagnan dan mainstream. Kompetisi atau pertarungan terkeras itu bukan soal sikut-sikutan dengan orang lain, berebut kesempatan di tengah kerumunan, atau mengukur diri berbanding dengan yang lebih tinggi. Pertarungan paling brutal itu adalah melihat diri di cermin dan kemudian mengukur apakah sudah jauh lebih baik dari kemarin. Sebab self-improvement itu nggak ada habisnya. Kemarin bisa satu, sekarang harus dua, besok tiga.
Kedua, berbanding dengan situasi ekonomi makro tersebut maka tergambar jelas bahwa potensi resesi serta krisis seperti permintaan tenaga kerja yang tidak sebanding dengan penawaran, atau ancaman untuk menaikkan taraf hidup juga semakin membesar. Nah bagamana bisa survive untuk itu? Tentunya kembali lagi dari mulai memberdayakan apa yang ada dalam diri sendiri. Menari cara yang tidak biasa untuk menjalin jejaring, membaca peta, melihat peluang dan tidak ragu untuk mulai mengembangkan apa yang dimiliki dan dikuasai sebagai keahlian. Pada hakekatnya semua orang punya kemampuan kok untuk bisa berkembang, tapi sedikit yang mau memanfaatkan. Ketika memanfaatkan, jauh lebih sedikit yang bisa tahan dengan proses. Saat bisa bertahan, lebih sedikit lagi yang bisa mencapai tujuan. bahkan sewaktu meraih apa yang diinginkan, mampukah untuk mengulang dengan lebih baik lagi. Nggak banyak.
"One can choose to go back toward safety or forward toward growth. Growth must be chosen again and again; fear must be overcome again and again." ~ Abraham Maslow
Jadi self-improvement adalah proses keras yang bisa ditikung atau dicari shortcut alias jalan pintas. Banyak yang begitu. Cuman pengen ngelihatin orang kerja terus bukannya mengulur tangan tapi nadah tangan. Lebih banyak lagi yang cuma bisa titap titip pengen nikmatin hasil. Akan lebih melimpah lagi mereka yang kemudian hanya bisa nyinyir di emperan, maen drama, blagak jadi korban situasi, saling ribut menyalahkan tapi nggak tau harus apa.
Hidup memang makin keras dan bertarung tetap dibutuhkan tapi mbok ya mulai dan pilih-pilih cara untuk bisa melawan dan mengembangkan diri sendiri. Persis kata seorang kawan, "jangan yang lu pungut dari pinggir jalan". Nggak guna.