Dalam keris pusaka Bali, tidak dikenal istilah gaib atau khodam sebagai isi keris. Itu terminologi atau istilah yang digunakan di Jawa setelah pengaruh Islam menyebar pada abad ke-16 Masehi. Istilah dalam aspek isoteri yang digunakan adalah daya energi yang muncul karena proses pembuatan dan ritual yang dilakukan Pande pembuat keris.
Dalam keris pusaka Bali, juga tidak dikenal penamaan dhapur dan pamor sebagaimana keris Jawa. Jika sekarang ada, istilah lokal terbatas dan sebagian meminjam diksi bahasa Jawa Baru karena dhapur dan pamor di Jawa juga relatif disusun dan terdata hanya dalam kurun 200 tahun terakhir melalui Serat Centhini atau Suluk Tambangraras dan disusul teks lainnya.
Dalam keris pusaka Bali, faktor benda adalah jati diri si pemilik. Pembuatan tidak berdasarkan permintaan akan dhapur dan pamor tertentu, nelainkan refleksi dari karakter si pemilik yang diterjemahkan oleh Pande keris. Ikatan antara benda, locus dan subyek menjadi kuat. Jadi, ketika si pemilik meninggal akan jelas keris itu pulang kemana yakni tempat pembuatannya.
Menarik? Tunggu aja bukunya.