Kalao mau dikumpulin, jumlah keluhan tentang pekerjaan kontraktual itu biasanya jadi banyak. Mulai dari ketiadaan jaminan akan masa depan, dibayar cuma honor doang yang kadang suka telat, serta jika proyek habis maka bersiap-siap menganggur atau cari lagi yang baru. Itu memang cerita dari jaman dulu. Idealnya sih pekerjaan kontraktual adalah sampingan. Artinya, bukan jadi pekerjaan yang bersifat tetap. Istilahnya cari tambahan. Tapi seiring dengan waktu, pekerjaan kontraktual yang semakin terspesialisasi malah jadi sumber pemasukan inti yang deg-deg ser. Begitu mau habis harus cari lagi yang lain.
Maka ada istilah kutu loncat. Orang yang kerjanya bersifat kontraktual secara permanen. Apa yang tetap adalah berpindah-pindah itu sendiri. Dalam hitungan paling banter dua tahun atau malah tiga bulan sudah harus cari lagi. Tudingan kepada orang seperti ini adalah tidak loyal, tidak ingin mengejar karir, hanya puas dibayar by project based dan sudah pasti nggak pikir panjang. Kalo ada yang gedean, langsung sikat. Karakternya dianggap persis seperti orang marketing yang berpindah-pindah kerja cari posisi, jabatan dan duit lebih besar.
Tapi apa iya salah mereka? Nggak juga. Pertama, banyak perusahaan yang langsung atau tidak justru memfasilitasi kondisi seperti ini. Menggaji karyawan tetap itu berat. Nggak bisa hanya dengan hitungan bulan gaji. Ada sejumlah kewajiban lain yang juga harus dibayarkan seperti tunjangan, bonus dan lainnya. Maka siasat yang dilakukan adalah dengan memiliki karyawan tetap sedikit mungkin, pelaporan gaji minimal, banyakin tunjangan dan fasilitas dalam bentuk seperti pelatihan supaya nggak kena pajak. Selebihnya ya rekrut karyawan tidak tetap dengan hitungan kontrak tiga sampai dua tahun. Mau diperpanjang? pindah divisi dengan kontrak baru. Nggak mau pake lagi? Terminate segera. Kedua, Konsekuensinya adalah lahir angkatan kerja yang sepenuhnya mengandalkan kerja proyekan. Mentalitas yang terbentuk adalah menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin dan siap cari yang baru. Maka kalo ditanya apa nggak kepengen kerja tetap? Nah, semua pasti mau. Masalahnya kondisi semacam itu adalah juga kontribusi dari pemberi kerja kan?
"The whole point of loyalty was not to change: stick with those who stuck with you." ~Larry McMurtry
Jadi tidak fair jika menuduh para pencari kerja itu tidak loyal, hanya pedulian soal take home pay dan menjadi kutu loncat. Masih banyak mereka yang jujur mau berkarir apalagi jaman gini semua serba sulit. Boro-boro mikirin membiayai keluarga, rumah saja sulit untuk dibeli dan dimiliki. Tapi masih ada juga orang yang memang hobinya berpindah-pindah. Bisa jadi karena karakternya borongan alias proyekan, bisa juga karena sadar diri nggak punya banyak kemampuan atau kebiasaan untuk bekerja dibawah orang lain. Sukur-sukur kalo bisa jadi tuan atas diri sendiri tanpa rasa iri terhadap orang lain. Paling repot kalo udah nggak bisa apa-apa, memelas minta kerjaan, tapi begitu di atas angin merasa sudah berkuasa atas segalanya. Padahal statusnya ya tetap sama sebagai kontraktor. Cuma kalo yang ini bukan kutu loncat, melainkan bajing loncat; siap berpindah dari satu muatan truk ke muatan lain buat menggerogoti. Anyep kan?