Jika kita sudah tau perihal mengapa ada orang yang selalu gagal, tentu akan lebih menarik kalo dibedah lebih jauh agar cirinya mudah diketahui. Ini penting sebagai sebuah pembelajaran sekaligus contoh agar hal semacam itu tidak patut untuk dilakukan apalagi ditiru. Berlaku untuk siapa? Sudah pasti untuk kita semua, tidak terkecuali penulis sendiri. Sebab membicarakan kesuksesan dan cara meraihnya sudah sedemikian basi. Sukses itu ideal, tapi gagal adalah pasti. Tidak ada orang yang tidak pernah gagal. Kalo karakteristik dan penyebabnya sudah ketahuan, maka ciri menjadi lebih penting lagi agar detail membantu untuk membuat orang berpikir dan tidak melakukan hal yang sama.
Ciri pertama sudah pasti adalah kegagalan berkaitan erat dengan distraksi. Orang menjadi tidak fokus dan gampang beralih perhatian. Mereka yang berhasil tentu saja adalah yang tekun menjalani dan mengerjakan sesuatu hingga menampakkan hasilnya meski seringkali harus bertarung melawan waktu. Mereka yang gagal gampag teralih perhatian. Sebentar mengerjakan ini, ada yang lebih menarik kemudian mengerjakan itu. Atau semisal lagi berupaya memulai sesuatu, gegara ada pikiran tentang hal yang lebih baik maka apa yang dikerjakan itu ditinggal begitu saja. Jika hanya sendirian tentu nggak masalah. Menjadi repot jika apa yang dikerjakan itu adalah sebuah bentuk teamwork. Sudah pasti menjengkelkan dan akan membuat orang lain hilang kepercayaan.
Ciri kedua adalah kebiasaan ngemeng doang. Mau bikin ini itu tapi nggak pernah dilakukan. Padahal sudah gembar-gembor akan mengubah dunia. Kebiasaan berpikir konseptual tanpa pernah mampu menuangkannya ke dalam bentuk action atau tindakan semacam itu jelas berbahaya. Dunia nggak butuh orang yang cuma bisa mikir alias ereksi otak. Urusan semacam theoretical framework dihasilkan sebagai sebuah kesimpulan dari tindakan yang pernah dilakukan, bukan cuma omong berkhayal sebelum terjadi. Oleh karena jualan kecap, maka seringkali apa yang dibicarakan tidak pernah membumi. Semua mau diurus, tapi nggak ada satu pun yang jalan.
Kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan dengan distraksi dan ngemeng, apalagi dilakukan secara kolektif adalah ciri ketiga; menghabiskan waktu dengan orang yang salah. Tentu saja siapapun yang di sekeliling kita bisa memberi semangat. Tapi kalo cuma ngemeng dan berpindah topik, nggak ubahnya seperti warung kopi virtual di grup media sosial. Aktivitas semacam itu hanya akan menghabiskan energi, tidak pernah bisa produktif dan tidak ada dukungan yang memang bener-bener nyata. Apalagi jika kemudian muncul mentalitas kepiting yang saling menjatuhkan; menarik yang lain karena nggak pengen ada yang keluar dari ember.
Ciri keempat adalah berkaitan dengan kebiasaan seperti cara pandang yang selalu negatif, males, ogah penasaran, nyinyir dan selalu ngehe tanpa isi. Berpikir negatif itu kadang perlu untuk mempertanyakan ulang atau melihat hal yang mungkin belum dibahas sebagai resiko. Tapi kalo dikit-dikit "jangan-jangan begini, siapa tau begitu" apalagi kalo sudah eksekusi rencana, itu jelas kontra produktif. Belum lagi ujungnya jadi males dan membiarkan orang lain kerja. Hanya sekedar mau menikmati hasil tanpa keringetan. Itu namanya membunuh antusiasme dan akhirnya ogah penasaran. Asal ikut asal nebeng. Tapi begitu ada yang sudah mencapai kesuksesan, sontak berubah jadi garang nyinyir dan m,enyebalkan. Tujuannya sih sudah pasti; cari perhatian. Ini jelas menyedihkan.
"Success, however you define it, never came from not trying. And often, it comes after first failing time and time again." ~Thomas Alva Edison
Ciri kelima dan terakhir adalah sudah pasti menyerah. Kalo pun mau, bisa cuma kelihatan bersibuk-sibuk biar dibilang ada kegiatan. Produktif? Menghasilkan sesuatu? Paling banter ya buang umur dan kesempatan yang semakin tipis karena orang menua dan nggak punya banyak pilihan lagi. Ya sudah, artinya kegagalalan adalah sebuah kepastian jika kelima ciri itu masih tetap terus melekat. Makanya dibuang dong ah.