Dalam sebuah proses panjang, sudah wajar yang namanya bosan atau jenuh itu datang menghampiri. Artinya, rutinitas atau kegiatan itu benar-benar bisa membuat orang jadi jengah, suntuk, bahkan enggan untuk melanjutkan. Padahal bisa jadi apa yang sedang dikerjakan itu adalah sebuah tujuan yang amat penting, bahkan bisa mengubah hidup. Sebab ketika bosan muncul, ujungnya ya jadi anget-anget tai ayam. Cuma semangat di awal, sesudahnya muncul anyep. Itu persis seperti resolusi tahun baru. Mau begini begitu tapi selang beberapa minggu sudah terlupakan dengan sukses.
Lantas kenapa bisa timbul bosan? Pertama, bisa jadi proses yang sedang berlangsung adalah sebuah perjalanan yang monoton, tidak variatif dan minus selingan. Biasanya orang menghindar dari selingan karena takut terdistraksi alias terganggu. Padahal selingan itu sesekali penting. Persis seperti mengatur diet. Sudah berolahraga keras, makan dibatasi, gizi diatur, tapi sudah pasti yang selalu disajikan adalah anyep. Miskin rasa dan gitu-gitu doang. Maka cheating sesekali seperti makan junk food, gorengan ya nggak apa-apa. Sebab bukan tubuh saja yang harus dibentuk, tapi perut dipuasi dan lidah dimanjakan. Tapi namanya curang jelas sesekali, bukan sesuatu yang rutin apalagi dibiasakan.
Di situ orang takut tergoda dan kemudian berubah, karena sebab kedua adalah kurang disiplin. Meski sering dianggap menyiksa, kaku dan nggak berperikemanusiaan, disiplin itu perlu. Tidak ada proses untuk menjadi berhasil tanpa disiplin. Kalau menganggap dengan kehendak bebas, bisa semau gue, bahkan ada kecenderungan sulit mengatur diri maka tujuan apapun cuma mimpi. Kegagalan hidup semacam ini terjadi karena keinginan tinggal keinginan. Banyak mikir doang tapi nggak ada yang sukses dikerjakan. Disiplin itu punya anak segudang. Si sulung bernama komitmen, dan si bungsu bernama konsistensi. Di antaranya mereka berdua ada yang namanya perseverance atau kegigihan, ada juga endurance atau daya tahan, serta tidak ketinggalan agility alias keluwesan.
Selain variasi dan disiplin,sebab ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah soal ego. Harus selalu diingatkan, sudah bersusah payah sampai dititik ini terus mau balik punggung begitu aja? Emangnya betah jadi pecundang? Disitulah ego disental-sentil sedikit agar terus terpacu tidak berhenti. Sebab sedari dulu ada banyak orang yang mengambil keputusan dengan dorongan dan motif bermacam-macam. Seperti misalnya pengen kurus. Ada yang terang-terangan bukan mengejar bentuk badan, tapi mau sehat. Ada juga yang kudu dipancing dengan pernyataan 'apa nggak kasihan sama kaki menopang tubuh nggak beraturan kayak gitu', ada juga mikir panjang kalkulatif membandingkan hasil satu sama lain, ada juga yang tarafnya baru ikut-ikutan biar terpancing lebih jauh.
“There are no uninteresting things, only uninterested people.” ~ Gilbert Keith Chesterton
Apapun alasannya, ego tetap bicara. Sejauh mana orang bisa mengendalikan ego agar bisa sampai tujuan, itu baru jadi soal. Ada yang sudah ngotot karena punya prinsip, ada juga yang terhina kalo dipancing dan dibandingkan dengan orang lain, ada juga yang cuma pura-pura biar dibilang sibuk. Tapi setidaknya, dengan mengendalikan ego beserta variasi dan disiplin maka orang menjadi sadar dan mau mengejar apa yang diinginkan. Maka membangun ketertarikan secara intensif menjadi penting. Apa yang dikejar harus bisa kelihatan menarik dari berbagai sisi. Bosan itu manusiawi, tapi jika tidak bisa mendapat apa-apa karena sedikit-sedikit bosan maka itu benar membosankan. Masa jadi orang kok terjebak dengan rutinitas, kaku, lemah, nggak punya komitmen, nggak konsisten, lembek pula? Malu sama anyaman bambu lah, sebab bercermin di kaca terlalu bagus.