Buat seluruh orang yang berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik kepada manusia dan lingkungan yang ada di sekitarnya, perkara sopan santun adalah hal yang amat penting. Sebab, selain menunjukkan derajat kemampuan sosial berikut intelektualitas, sopan santun juga memperlihatkan sejauh mana yang bersangkutan mampu dan punya lingkup pergaulan yang luas, mengapresiasi orang lain sekaligus menunjukkan latar belakang pergaulan dan didikan darimana ia berasal. Maka meski sopan santun tergolong etiket atau etika yang kecil, ia memberi gambaran jelas soal diri, lingkungan dan proyeksi tentang seseorang.
Akan tetapi sopan santu bukan perkara gampang. Banyak orang mengira bahwa generasi yang lebih muda sudah berkurang sopan santun. Itu disebabkan oleh alih etiket yang tidak sempurna dari yang lebih tua, ada pembiaran perilaku serta nilai-nilai sosial bahkan moral yang terus bergeser. Padahal itu bukan monopoli generasi muda saja. Mereka yang lebih tua juga bisa tidak punya sopan santu sama sekali. Ibarat katak di dalam tempurung, keseharian mereka sudah terbentuk dalam pandangan subyektif yang emarsa diri sudah seolah benar, tidak ada pembanding dan miskin refrensi ketika melihat perilaku orang lain.
Padahal sopan santun itu adalah hal-hal kecil yang jika dilatih bisa membuat orang menjadi terbiasa, mencairkan suasana dan masuk ke dalam lingkup sosial yang berbeda. Apalagi di jaman gini lintas ruang sosial adalah sebuah kemampuan yang harus dikembangkan jika seseorang ingin benar-benar maju dan berkembang. Contoh etiket seperti tersenyum saat memperkenalkan diri, mampu mendengarkan orang lain dengan baik, berani bergabung ke dalam sebuah lingkaran orang tak dikenal, atau terbiasa mikir dulu sebelum ngomong memberi reaksi adalah hal-hal yang sebenarnya mudah jika sudah ada sejak kecil. Sebaliknya, yang cenderung berkembang pada saat ini adalah sikap berbohong atau menyangkal ketika memberi alasan untuk hal sepele seperti lupa atau terlambat, tidak memandang lawan bicara saat berkomunikasi, memotong pembicaraan dengan cepat tanpa berpikir, serta gestur yang tidak mengesankan seperti melipat tangan di dada atau memunggungi orang lain.
"Good manners don't cost nothing". ~Lemmy
Tanpa etiket, maka orang tidak punya sisi gentle yang diharapkan ketika ia berhadapan dengan orang lain. Kok bisa? Barangkali memang nggak pernah diajari di dalam dunia kecilnya. Sudah merasa benar duluan, nggak ada referensi jadi main slonang slonong. Tapi begitu ketemu lingkup sosial yang lebih besar, tinggi dan luas, maka hal itu tidak disadari. Otomatis akan ada penolakan atau pembiaran dengan membuat dirinya menjadi bahan tertawaan. Sebuah bentuk lucu yang ironis karena yang bersangkutan juga tidak sadar bahwa dirinya kembali diolok-olok macam binatang pandir.
Itulah sebabnya, etiket bukan saja soal kesopanan atau bagaimana secara santun memperlakukan orang lain. Terpenting adalah ia menjadi cermin sejauh mana diri ini punya kemampuan sosial, sekaligus refleksi pendidikan adab yang dimiliki. Tanpa sopan santun, ibaratnya cuma jadi dagelan yang mungkin bisa sama-sama ditertawai. Tapi kalo beneran bisa mikir, sudah pasti harusnya nangis bombai. Kaloa beneran bisa lho ya.