Era digital di jaman sekarang semakin cepat melaju. Jika dulu otomatisasi dielu-elukan, maka sekarang sudah masuk ke 5.0. Contohnya saja Society 5.0, dimana masyarakat atau tepatnya manusia sebagai subyek dari perkembangan dan penggunaan teknologi. Bayangkan saja, jika pada Society 4.0 segala pekerjaan dilakukan secara otomatis dengan menggunakan artificial intelligence, internet of things (IoT) tanpa peran manusia sebagai proses produksi maka Society 5.0 selangkah lebih maju. Manusia sebagai komponen utama justru menjadikan dirinya bagian dari teknologi. Contohnya, penggunaan internet tidak lagi digunakan hanya sekedar berbagi informasi tetapi juga kebutuhan sehari-hari.
Tetapi apa iya perkembangan seperti itu mudah diikuti? Misalnya saja setiap IoT juga punya perkembangan yang mengikuti brand, market, nilai jual dan sebagainya. Terlalu cepat juga riskan sebab banyak produk yang masih menggunakan teknologi versi sebelumnya. Lihat saja IoT seperti alarm atau kamera CCTV. Masih mengunakan kabel CAT5. Jika sekarang router sudah canggih dengan CAT8 atau wifi6E bahkan 7, di market sendiri masih santai dengan CAT6 dan wifi5. Konsekuensinya masih banyak yang nggak sinkron.
Itu baru soal teknis. Perkembangan otomatisasi yang berkelanjutan, big data dan robot mulai menghasilkan banyak aplikasi dan program bot yang makin disempurnakan. Jika dulu masih hanya sekedar akumulasi data berupa konten, maka lama kelamaan sudah mampu menjangkau konteks. Contoh terbaru misalnya penggunaan ChatGPT atau generative preTrained yang merupakan pemodelan bahasa untuk dialog. Kini orang bisa menggunakannya untuk membuat konten, menulis makalah dan buku, dan fungsi lain yang kian bertambah. Maka tidak mengherankan jika kemarin sempat heboh kalo banyak mahasiswa menggunakan ChatGPT untuk mengerjakan tugas seperti menulis makalah atau tugas akhir. Meski cuma Open AI banyak juga yang keberatan. Siapa yang protes? Tentu saja dosen jadul yang bersikap reaktif, persis bereaksi sama ketika lupa password emailnya. Sikap reaktif semacam itu sebenarnya sudah sejak dulu. Misalnya nggak boleh buka ponsel atau internet saat ujian. Padahal jika para pengajar itu benar-benar kreatif, maka membuka ponsel atau internet adalah tantangan yang sesungguhnya. Sama seperti penggunaan ChatGPT untuk mencegah plagiarisme.
“The Web as I envisaged it, we have not seen it yet. The future is still so much bigger than the past.” ~Tim Berners-Lee, Inventor of the World Wide Web
Jadi mau semaju apapun teknologi, adalah penting bagi manusia untuk bisa menyikapi dan menggunakannya. Kalo cuma protes kebingungan ya percuma. Berlagak cuek nggak taunya udah ketinggalan. Begitu juga kalo cuma jadi jargon. Sama persis kayak pengantar buku panduan. Lantas harus apa? Makanya langganan internet buat belajar, jangan ngebokep doang.