Kagum terhadap diri sendiri, atau narsis itu boleh kok. Penting malah. Biar tidak berasa minderan atau malah mencela diri sendiri. Ada banyak potensi yang memang harus dikeuarkan, ada saatnya juga untuk mendengar diri sendiri ketimbang opini orang lain. Menjadi narsis adalah kesempatan untuk bisa yakin bahwa diri sendiri mampu untuk bisa mengerjakan sesuatu, melewati sesuatu atau bahkan juga mengembangkan sesuatu. Jadi tidak ada yang salah dengan menjadi narsis, apalagi di jaman media sosial begini. Gimana bisa mengetahui apa yang dirimu bisa, jika selama ini malah diem-diem aja?
Akan tetapi tetap aja ada tapinya. Narsis yang berlebihan malah jadi narsisistik. Apa yang dilakukan karena memang sesekali penting, malah jadi kebiasaan yang kebablasan. Jika narsis adalah cara untuk memperlihatkan potensi diri, maka narsisistik adalah perilaku yang memamerkan diri terus-terusan. Narsis memperlihatkan apa yang jadi kemampuan, narsisistik adalah mempertontonkan apa yang tidak ada untuk seolah menjadi sebuah kemampuan.
Tidak ada gunanya menyadarkan pengidap narsisitik, sebab ia atau mereka akan cenderung semakin yakin bahwa apa yang dilakukan adalah benar.
Maka tidak mengherankan jika ciri narsisistik adalah bersifat manipulatif dan superfisial. Semisal, apa yang ditampilkan sebagai sosok orangtua yang baik, bisa jadi dirinya suami atau istri yang buruk. Apa yang dikesankan sebagai orang yang super serba bisa dalam segala hal, ternyata memang tidak mengerjakan apa-apa. Apa yang dicitrakan sebagai orang yang baik hati tidak sombong jujur gemar menabung, ternyata bisa saja kebalikannya. Dengan demikian mirroring atau memperlihatkan sisi yang berlawanan adalah menjadi kegemaran pengidap narsisitik yang cukup parah. Ya tetep aja bo'ong kan?
Oleh karena manipulatif, maka seorang yang narsisistik akan cenderung menindas terutama pada yang dikenal. Bagaimana dengan yang belum dikenal atau masih asing? Disitulah kartu karisma dimainkan. Ia akan coba memberi impresi secara berlebihan. Jika ada yang kemakan, kepatil atau kejebak ya barulah kartu imperatif dimainkan. Buat yang menginginkan sesuatu dari korbannya, ia bisa minta macem-macem bahkan yang diluar dugaan. Atau sebaliknya, jika yang mengaku serba bisa malah kemudian bersikap lepas tangan ogah bertanggungjawab. Ketika korbannya sadar, kemudian kartu pura-pura seperti playing victim dikeluarkan. Bisa menjadi histeris, drama, gas lighting atau memaksa korban untuk mempertanyakan kembali keputusan yang sudah dibuat, bahkan seteru melalui hinaan kasar yang sebenarnya tidak berdasar tetapi dilebih-lebihkan sebagai pintu exit atau keluar bagi mereka untuk mencari korban baru.
Dengan demikian ciri lain yang juga harus dipahami adalah seorang narsisistik adalah juga miskin empati. Ini bagian dari mirroring juga karena sejak awal pastilah ada pertunjukan bagaimana ia peduli, sensitif, bahkan mengolah perasaan terhadap penderitaan atau kesusahan orang lain. Jebakan betmen lah itu. Sebab pada dasarnya ia nggak peduli dengan orang lain. Menjadi narsis saja belum cukup untuk memperlihatkan superioritas diri. Narsis ada isinya, narsisistik cenderung kosong. Udah miskin empati, miskin sosial ekonomi juga. Ah elah, dobel parah itu.
Lantas bagaimana bisa melepas diri dari cengkeraman orang atau habitat yang bersifat narsisitik? Sudah pasti ambil jarak dan kemudian melepas relasi dengan yang bersangkutan. Tidak ada gunanya menyadarkan pengidap narsisitik, sebab ia atau mereka akan cenderung semakin yakin bahwa apa yang dilakukan adalah benar. Bukanlah orang lain bersifat inferior semata? Selain itu seorang yang bersifat narsisitik akan lebih cepat menjerat korban dan memperdaya untuk menerima bahwa ia atau mereka adalah benar. Mengubah persepsi secara manipulatif dan superfisial adalah makanan empuk buat orang yang narsisistik. Dengan mengambil jarak meski awalnya akan dicari-cari alasan atau bikin drama, maka seorang narsisistik akan mencari korban lain. Ketika impresinya sudah tidak mempan maka ia atau mereka akan sibuk dengan yang lain. Mencari mereka yang bisa saling menjilat, kemudian mencela dan menindas. Salah satu indikator yang mudah terlihat ketika melepas diri adalah ia atau mereka akan mencela, menghina dan memancing bahkan secara kasar. Kalau ditanggapi, artinya si korban masih belum bisa melepaskan diri. Tapi kalau dibiarkan, dicuekin, disebodo amatin, lalu ditinggalkan maka para narsisitik akan terdiam. Itu artinya adalah, "Kok lu tau siapa gue sih?". Nah!