Sejak lama kita sering mendengar umpatan tentang kelas menengah ngehek. Sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan kalimat itu? Apakah menunjukkanperilaku sosial ekonomi saja, ataukah memang menjadi gambaran tentang sebuah lapisan masyarakat yang rentan dari segala sisi? Padahal, definisi umum yang berlaku tentang kelas menengah adalah mereka yang mampu mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Setengah abad lalu, Indonesia masih tergolong negara kismin eh miskin di dunia. Akan tetapi dengan rata-rata pertumbuhan pertumbuhan yang tinggi sekitar 5,6% per tahun maka negara kita sudah bisa mencapai status middle income atau berpenghasilan menengah. Dengan demikian, ada sekitar 20% penduduk yang punya pendapatan menengah ke atas dengan daya beli besar. Artinya ada satu dari lima penduduk Indonesia yang masuk kategori kelas menengah dengan jumlah 50 hingga 60 juta orang dan berpotensi terhadap perkembangan ekonomi. Jumlah ini disebut bisa membesar hingga 10% per tahun dari total penduduk. Dalam laporan Bank Dunia, Aspiring Indonesia: Expanding The Middle Class (2020) disebut bahwa kelas menengah berkaitan dengan ketahanan ekonomi. Mereka mampu membeli hal-hal di luar kebutuhan mendasar seperti hiburan, kendaraan pribadi, asuransi dan lainnya.
Lantas, apa ukuran kelas menengah? Bank Dunia mengukurnya dari spending atau pengeluaran yang setiap bulan mencapai 1,2 juta hingga 6 juta Rupiah.Meski demikian, batas seperti ini masih dipertanyakan karena terlalu sumir untuk menyatakan secara pasti mengingat batas bawah lebih rendah dibandingkan Upah Minimum Provinsi sedangkan batas atas masih relatif terlalu kecil. Akan tetapi rentang pengeluaran tersebut dibuat karana sebanyak 90% kelompok kelas menengah yag disebut Middle Class 1 atau MC1 memang hanya menghabiskankurang dari US$ 20 per hari atau sekitar 287 ribu Rupiah. Hanya 1% dari kelas menengah yang menghabiskan lebih dari US$38 per hari atau enam belas juta rupiah per bulan. Dengan demikian dapat dilihat bahwa meski dianggap aman secara ekonomis, tetapi kelas menengah tidak bergelimang harta.
Penasaran dengan kelanjutannya? Yuk cek di buku ANTI FILSAFAT (2022). Sudah bisa pre order lho.