Belajar mencintai diri sendiri (self love) bukan perkara mudah. Banyak yang mengira bahwa cinta diri adalah bentuk egoisme, sehingga memilih untuk bertindak karitatif dengan menolong orang lain tanpa memikirkan diri sendiri. Pilihan semacam itu jelas sah-sah saja, tapi yang suka dilupakan adalah sudahkah memikirkan atau mengurus diri sendiri terlebih dahulu? Bisa-bisanya dengan segala keterbatasan tapi malah mikirin orang lain. Ujungnya ya sama-sama terlantar. Maka cinta diri adalah sebuah alternatif pilihan yang harus bisa diseriusi, sebab bagaimana bisa mencintai atau menolong orang lain jika diri sendiri aja kapiran alias nggak terurus.
Cinta diri bukanlah sebuah imaji menghadap cermin untuk sekedar mematut-matut kapantasan. Cinta diri adalah bagaimana seseorang melihat segala kekurangan yang ada pada dirinya, untuk kemudian belajar bertumbuh dengan menerima dan memperbaiki kekurangan itu. Artinya, harus ada rasa ikhlas untuk bisa berhadapan dengan diri sendiri yang penuh luka, duri, getir dan mencoba menyembuhkan terlebih dahulu. Ini jelas nggak mudah, karena banyak orang tumbuh berjalan menggotong trauma tanpa pernah terpikir untuk menyembuhkan. Akibatnya, segala keputusan yang diambil adalah berdasarkan persepsi dan refleksi dari segala hal yang tidak mengenakkan itu. Contoh sederhana adalah bagaimana orang membanding-bandingkan dan kemudian melihat dirinya superior atau inferior terhadap yang lain. Dengan menerima apa adanya dan kemudian memperbaiki diri sebagai upaya penyembuhan, maka orang dapat melihat bahwa setiap manusia pada dasarnya punya keunikan tersendiri. Jadi ngapain harus lelah membandingkan?
Maka dengan menerima diri sendiri, seseorang dapat memberi prioritas untuk tidak abai terhadap kebutuhan dirinya. Mulai dari hal yang bersifat fisik hingga batiniah. Mulai dari persoalan asupan makanan hingga kebutuhan untuk dihargai atau diapresiasi. Mulai dari bagaimana bisa tampil wangi dan bersih hingga mampu ceria tertawa. Hal-hal semacam itu mungkin sepele tapi dapet membangkitkan energi, rasa percaya dan juga kemampuan untuk menikmati hidup dalam ukuran-ukuran yang bisa dijangkau secara personal. Orang dapat bertumbuh, membiasakan dirinya untuk disiplin, memiliki rencana dan mampu mengeksekusinya dengan baik. Dengan sendirinya, segala bentuk komitmen akan mampu dipegang dengan konsisten dan berkembang setiap hari. Bukankah itu menyenangkan, sebelum mampu bertindak lebih besar untuk mengurus, apalagi berkorban untuk orang lain?
Sebab keinginan, cara kerja dan kemampuan untuk mencintai diri bisa rusak hanya karena lingkungan yang beracun dan tidak mendukung. Lingkungan seperti itu bisa dimulai dari keluarga, komunitas, tempat tinggal, profesi, hobi dan pergaulan yang ada. Banyak orang yang berkeinginan untuk membuat yang lain gagal, sebab diri mereka sudah gagal. Orang-orang semacam itu tidak akan rela jika yang lain mau berkembang sehingga selalu ada cara untuk menjatuhkan. Penanda terpenting adalah ketika usaha apapun tidak dihargai. Mereka berusaha untuk membuat tidak ada batasan sehingga garis tipis urusan personal pun akan selalu dihajar. Mereka akan mencoba untuk mencatat dan mengingat kekurangan orang lain, tapi masa bodo dengan diri sendiri. Setiap perkataan tidak pernah sesuai dengan tindakan. Banyak janji, keinginan dan imajinasi diungkap tapi tak pernah ada realisasinya. Selain itu, ada kecenderungan menindas karena pada dasarnya mereka minder dengan diri sendiri.
"How you love yourself is how you teach others to love you." ~Rupi Kaur
Lingkungan seperti itulah yang beracun sebab nyaris tidak ada yang pernah berhasil di dalamnya. Pada dasarnya pencapaian-pencapaian yang diperoleh bersifat medioker sehingga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siapapun di masa depan. kemampuan untuk melepas diri dan meninggalkan lingkungan semacam itu jadi penting sebagai tonggak awal seseorang untuk bisa independen membuat keputusan-keputusan penting di dalam hidupnya. Ngapain juga harus dengerin orang lain, kalo isinya cuma biasa-biasa aja? Toh keberhasilan yang diraih akan sangat dipengaruhi dengan siapa bergaul. Jika isinya gitu-gitu doang ya semua juga jadinya gitu-gitu doang.
Mau beneran sukses? Ojo dibanding-bandingke. Pancen asu eh nganu.