Persuasi adalah cara atau teknik untuk melakukan pendekatan kepada orang lain dengan tujuan agar agenda yang dibawa bisa diterima dengan baik. Persuasi bisa dilakukan dalam beragam konteks baik seperti personal hingga marketing. Bahkan teknik persuasi secara klasik mendasarkan kepada tiga gagasan filsuf Yunani Kuno, Aristoteles yakni Ethos, Pathos dan Logos. Ketiganya juga ditambah teknik lain yakni Kairos. Teknik persuasi sendiri sering dikatakan sebagai bagian dari bentuk manipulasi. Samakah manipulasi dengan menipu? Jelas tidak. Kata manipulasi sendiri sebenarnya bersifat netral yakni upaya untuk membujuk. Akan tetapi orang cenderung melihat kata manipulasi tersebut sebagai bentuk peyoratif, yakni menghasut atau bahkan ajakan yang tidak jujur.
Ethos sendiri berarti etika atau kredibilitas. Jadi teknik persuasi yang mengandalkan kredibilitas adalah mengacu kepada tindakan sebelumnya yang dianggap kredibel sebagai referensi untuk si target yang dituju. Lihat saja iklan "Penyanyi Nganu pake produk X,jadi sudah pasti produk X bagus. Penyanyi Nganu keren. Jika mau pake produk X, maka kaku ikutan keren". Kredibilitas jelas berdasarkan tingkat kepercayaan yang tentunya subyektif dan kharismatik. Jangan harap ada pengembangan seperti relevansi yang kemudian dicoba untuk dibuktikan melalui penalaran. Oleh karena soal kepercayaan, sudah barang tentu referensi atau rujukan menjadi penting untuk dikedepankan.
Sementara Pathos adalah perihal emosi atau perasaan. Jadi persuasi dengan teknik ini mengandalkan cara bagaimana menghanyutkan atau membuat perasaan orang secara emosional terikat dan kemudian membutuhkan. Emosi atau perasaan yang digugah bisa bersifat mositif atau juga negatif. Positif dalam arti ada kebutuhan yang harus dilakukan karena aspek yang bersifat menyehatkan atau membuat orang menjadi lebih aktif atau berempati. Negatif seperti fear-based marketing yang diterapkan semisal dalam industri kesehatan. Kena orang harus berolahraga? Secara positif sudah jelas agar tubuh menjadi sehat. Ajakan ini membuat orang menjadi yakin untuk kemudian mau berolahraga. Secara negatif orang diri informasi soal bahaya penyakit, ancaman kesehatan, dan resiko lain yang kemudian membuatnya menjadi kuatir atau takut sehingga mau berolahraga.
Sedangkan Logos adalah logika atau singkatnya berupa fakta. Persuasi dengan teknik ini mengandalkan argumentasi rasional yang seringkali dilengkapi dengan fakta, data statistis, perhitungan dan bentuk sejenis yang bisa mendekati penalaran dengan mudah. Orang yang tidak mau berolahraga dan tidak bisa hanya ditakut-takuti dengan alasan kesehatan, kemudian ditunjukan misalnya dengan laporan pemeriksaan medis, data tentang penderita penyakit atau resiko fatal secara angka dan visual. Biasanya persuasi semacam ini berada di level yang lebih dari sekedar mengintroduksi nilai, tetapi justru mampu menumbuhkan nilai tertentu sehingga yang bersangkutan bisa lebih setuju dan mau menerima hasilnya. Maka tidak mengherankan jika orang yang hanya bisa didekati oleh nalar, tidak akan mempan jika hanya sekedar menggunakan emosi apalagi kharisma.
Baik Ethos, Pathos dan Logos kemudian dapat digunakan dalam lingkup Kairos. Pengertian tentang Kairos sendiri adalah waktu, artinya ketiga teknik tersebut harus bisa digunakan sesuai dengan waktu yang tepat, sasaran yang tepat agar dapat mencapai hasil maksimal. Selain itu baik Ethos, Pathos dan Logos juga memberi indikasi seperti apa seseorang yang melakukan persuasi. Dari sisi Ethos, seseorang yang melakukan persuasi harus juga punya kredibilitas yang dapat dipercaya dan berkarakter baik. Dari sisi Pathos, ia juga harus mampu mengelola emosi dan empati. Dari sisi Logos, ia juga harus bisa masuk akal dan tidak bertentangan dengan fakta.
"Persuasion is clearly a sort of demonstration, since we are most fully persuaded when we consider a thing to have been demonstrated." ~Aristotle
Masalahnya adalah tidak semua orang bisa memanfaatkan teknik persuasi itu dengan baik. Masih ada orang yang kepedean seolah sudah bisa mengenali semisal target marketing untuk bisa disodori produk begitu saja. Atau di dalam konteks organisasi, orang yang kemudian merasa sudah bisa melakukan eksekusi administrasi hingga operasional hanya berbasis asumsi tanpa mengenal kebutuhan, kapasitas dan kemampuan mereka yang berada di dalamnya. Seorang marketer yang baik, atau siapapun yang melakukan persuasi setiap saat tentunya harus bisa mengenali kebutuhan dari target yang mau dirangkul. Membaca kebutuhan, melihat karakter, memetakan situasi adalah keahlian lain yang harus bisa terapkan sebelum melakukan persuasi. Dengan kata lain, dia juga harus mampu membaca dirinya sendiri. Sebab sudah pasti ini berada di ranah yang kontektual dan nyata. Beda dengan merajut mimpi sambil berharap laku. Alih-alih membujuk, tau-tau merajuk. Jadi sudahkah menjadi seorang persuator yang baik? Coba periksa dan jujurlah pada sendiri.