Ketika setiap orang punya pilihan, peluang dan kesempatan untuk menata atau menghancurkan hidupnya masing-masing maka sudah pasti ada pelajaran atau learning yang didapat. Istilah learning digunakan sebab kejadian apapun pasti punya makna. Makna bisa tersirat atau tersurat. Bisa kelihatan langsung berdampak atau baru datang belakangan. Bisa muncul dari dalam diri atau karena tindakan orang lain. Bisa menjadi contoh, pelajaran atau bahkan peringatan. Entah untuk diulangi dengan lebih baik atau malah agar tidak melakukannya kembali.
Apapun subyek yang terjadi dan dihadapi, maka pilihan, peluang dan kesempatan adalah mengajarkan agar orang berani untuk mengambil resiko. Sekali lagi, apapun itu. Sebab impian bisa bertumpuk, angan bisa membuncah. Tapi dengan ketiadaan nyali untuk mencoba, memilih dan memutuskan maka segala yang muncul dapat lewat dan kemudian berubah menjadi penyesalan. Alasan untuk tidak mengambil resiko bisa macam-macam, Ada yang memang karena benar penuh pertimbangan, ada yang ragu ada juga yang kicep nggak berani sejak awal. Padahal jika dicoba, apa salahnya? Bisakah hasilnya berbeda? Dapatkah menjadi sesuatu? Atau jangan-jangan sama saja, atau malah lebih buruk? Padahal opsi atau pilihan yang muncul tentu saja tidak serta merta. Selain itu, mereka yang menyesal biasanya akan menganggap itu bagian dari pola yang akan terus berulang hingga menerima nasib.
Pelajaran kedua jelas ketika resiko diambil adalah berani untuk mengandalkan diri sendiri. Suka atau tidak, pada satu titik tertentu nggak ada orang lain yang bantu atau peduli. Semua sibuk dengan diri masing-masing. maka kemampuan untuk mengurus diri, peduli diri, merawat diri, respek diri adalah hal yang tidak bisa diabaikan. Pada akhirnya tidak ada orang yang dapat diandalkan. Satu per satu akan pergi. Entah karena nggak suka, nggak sanggup, nggak mau, atau faktor umur dah mati duluan, literally. Kalo dah demikian, apa iya kemudian berhartap minta bantuan orang lain. Mereka yang terbiasa menggantung harapan sudah pasti terakhir akan gantung diri. Nggak ada lagi yang bisa diandalkan.
“Don't Just
Don't just learn, experience.
Don't just read, absorb.
Don't just change, transform.
Don't just relate, advocate.
Don't just promise, prove.
Don't just criticize, encourage.
Don't just think, ponder.
Don't just take, give.
Don't just see, feel.
Don’t just dream, do.
Don't just hear, listen.
Don't just talk, act.
Don't just tell, show.
Don't just exist, live.”
~ Roy T. Bennett, The Light in the Heart
Pelajaran ketiga dan terbesar adalah keberanian untuk bangkit dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Ada kalanya orang sudah mengambil resiko, sudah bertindak sendiri tapi kemudian gagal. Menyalahkan orang lain hingga dunia adalah hal yang biasa. Akan tetapi itu tidak memberi dampak apapun selain sakit hati dan ujungnya penyesalan juga. Sampai kemudian berpikir bahwa tau gitu lebih baik nggak memulai. Itu jelas adalah pikiran yang keliru. Mengapa? Sebab tidak ada tindakan apapun yang tidak berdampak. Jika berani mengambil resiko secara terukur dan bersiap menikmati yang manis, maka hal paling pahit pun sebagai sebuah kemungkinan juga harus bisa diterima. Kalo kalah dan salah, itu cuma mundur selangkah sebelum maju kembali dua tiga langkah. Masalahnya tanpa keberanian macem begini, orang cenderung jadi kapok, traumatis dan bego. Kapok karena ogah mengulang, trauma karena membayangkan resiko yang lebih besar, serta bego karena masih pake cara yang sama. Sebab sebuah proyeksi bukan saja butuh gagasan matang dan tindakan terukur, tapi juga exit plan ABC yang sangat jelas dan detail.
So, sudahkah siap untuk gagal dan kemudian berhasil? Bisa ditanya pada diri sendiri pastinya.