Siapapun entah pebisnis atau bukan, selayaknya dalam hidup adalah mau dan mampu mengambil risiko. Sebab risiko adalah bagian dari hidup yang dapat membuat seseorang bertumbuh kembang. Ini berbeda dengan sekedar kesempatan, yang seringkali dicari atau malah dicuri. Risiko bersifat aktif dapat membuat orang menjadi punya lebih banyak bukan saja peluang, tetapi juga pilihan, pembelajaran, bahkan terbuka terhadap hal-hal baru. Kesempatan bersifat pasif, menunggu momentum, serta tidak membutuhkan banyak usaha. Dapet sukur, kagak ya udah. Oleh karena itu tidak mengherankan jika hanya mengandalkan kesempatan, maka nggak akan kemana-mana juga.
Lantas apa perlunya mengambil risiko? Apa bedanya secara lebih rinci dibandingkan dengan mencuri kesempatan? Pertama, risiko secara pasti bisa dikalkulasi atau dihitung. Seseorang, sekelompok atau lembaga yang berani mengambil resiko tentunya punya perhitungan. Belajar menghitung adalah membiasakan diri untuk melihat benefit, bukan sekedar profit. membiasakan untuk melihat investment, bukan sekedar cost. Ada banyak hal yang sangat luas ketimbang angka. Pencuri kesempatan, hanya melihat sempit apa yang ada di depan mata. Ada yang muncul, sikat. Ada yang gedean lagi, lepas yang lama dan embat yang baru. Begitu aja terus.
Take calculated risks. That is quite different from being rash ~General George G. Patton, Jr.
Kedua, pengambil risiko dapat belajar banyak dari setiap skema yang dikalkulasi. Gimana bisa tau kalo kagak nyoba? Meski sudah punya perhitungan, memang akan ada kemungkinan hal-hal yang di luar dugaan atau kontrol. Itu hal wajar. Sebab banyak orang yang tidak tahan dengan kejadian semacam itu. Tau-tau marah, ngambeg, panik, murka, dan menyalahkan orang lain. Para pencuri kesempatan hanya bisa demikian. Mereka ogah dengan berbagai kemungkinan dan hal yang tidak dapat dikendalikan. Berasa ngeri kalo ntar gimana-gimana. Maka tidak mengherankan jika kepalanya penuh dengan "jangan-jangan begini, jangan-jangan begitu'. Ujungnya, mendingan nggak usah. Masuk deh kategori mendang-mending.
Ketiga, dengan mengambil risiko maka orang dapat membedakan diri dan melihat apakah dirinya termasuk leaders atau pelopor, ataukah cuma sekedar ikut-ikutan aja alias followers. Pengambil risiko punya banyak pilihan dan melakukan hal apa saja yang sudah dihitung sebagai bentuk baru. Terobosan jadi penting, dengan menceburkan diri ke dalam proses. Di dalam proses bisa saja ada benturan, kegagalan atau bahkan situasi yang menghambat. Akan tetapi, dengan terbiasa melihat begitu banyak perspektif maka apapun yang terjadi adalah masukan yang berguna sebagai pembelajaran. Pencuri kesempatan tidak mau repot. Baginya, lebih baik ikut ambil contoh yang sudah ada. Tinggal copy paste. Cuma menjadi repot sendiri ketika situasi menjadi tidak menyenangkan. Ketika gagal, maka langsung ditinggal sebab mereka tidak pernah mengerti dan paham proses yang terjadi.
Keempat, risiko mengajarkan orang untuk memahami bahwa hal itu adalah pintu bagi setiap inovasi. Dengan demikian, terobosan dan proses akan selalu membawa temuan-temuan baru yang berguna di dalam kebutuhan personal, bisnis bahkan hidup itu sendiri. Inovasi selalu membuat orang menjadi tergerak untuk selalu maju mencari dan melakukan pembelajaran secara terus menerus. Pencuri kesempatan jelas akan menutup rapat dirinya terhadap hal ini. Ngapain harus berinovasi? Bikin repot aja, demikian ujarnya. Tapi dalam perspektif bisnis ya sangat jelas bahwa itu yang nggak akan kemana-mana. Zaman terus berubah. Sudah banyak bisnis besar pun tumbang karena merasa nyaman dan tidak perlu menyiapkan diri. Padahal bisnis besar atau kecil pun menggeliat di zaman sekarang bukan cuma ingin menjadi besar, tapi bisa selamat.
Jadi pilihan-pilihan yang dilakukan, baik mengambil risiko atau sekedar mencuri kesempatan, adalah wajah karakter siapapun juga. Dengan karakter yang jelas, maka sudah semakin tergambar bagaimana seseorang, sekelompok atau entitas apapun memandang hidupnya. Nah, situ termasuk yang mana?