Dalam menyampaikan ide atau gagasan, kemampuan presentasi menjadi penting. Terlebih jika ide atau gagasan itu masuk ke dalam sebuah rencana proyek yang pastinya berbayar. Profesionalisme dalam konteks apapun menjadi taruhan bahwa ide atau gagasan itu bukan saja kelak bisa direalisasi, tetapi terlebih dahulu bisa disampaikan dengan baik.
Oleh karena itu, kemampuan presentasi tetap harus dimiliki dan diasah. Mungkin terlihat bahwa urusan presentasi itu sepele. Masalahnya, tidak semua orang punya kemampuan seperti itu. Bahkan di beberapa korporasi besar atau institusi, kemampuan presentasi sangat lemah. Mengapa demikian? sebab kemampuan presentasi adalah soft skill yang bukan saja menyangkut perihal teknis tetapi juga non teknis seperti public speaking, teknik persuasi, kemampuan verbal dan lainnya.
Aspek teknis meliputi penggunaan software dan komputer di dalam melakukan presentasi. Alat penunjang lain pastinya bisa digunakan seperti layar, pointer, atau perangkat lain. Intinya adalah, belajar untuk tidak gagap teknologi dengan alat apapun, tetapi juga mampu melakukan presentasi ketika tidak ada alat bantu yang memadai. Dengan demikian dependensi terhadap teknologi masih bisa dihindari.
Secara lebih dalam, membuat presentasi seperti dengan Powerpoint adalah hal yang sangat lumrah ada masa sekarang. Penguasaan software semacam itu menjadi mutlak dalam presentasi. Meski demikian ada beberapa kekeliruan di dalam pengoperasian sehingga pembuatan presentasi menjadi tidak menarik untuk dilihat. Pertama, adalah terlalu wordy alias banyak kata-kata. Pembuat ingin memasukkan semua materi ke dalam tampilan sehingga presentasi tak ubahnya seperti halaman cerita novel. Padahal di dalam presentasi hanyalah cukup garis besar saja. Selebihnya ada di kepala presenter yang idealnya sudah menguasai bahan dengan sangat baik. Terlalu banyak tulisan membuat orang menjadi enggan untuk melihat dan butuh waktu untuk mencerna. Kedua, terlalu banyak gambar, icon, pilihan huruf atau visualisasi yang kerap tidak relevan. Si pembuat ingin menghias presentasi supaya menarik, tapi berujung lebay. Sebab apa yang masuk di dalam presentasi haruslah cukup hal-hal mendasar, rinci dan berhubungan. Tidak perlu mengada-ada dengan menambahkan gambar yang malah bikin tidak fokus. Jadi yang bagus kayak apa? Cukuplah berimbang antara data dan visual. Perkara jumlah halaman sih relatif. Umumnya tak perlu berpanjang lebar. Lebih bagus ringkas, padat dan jelas.
...tidak semua profesi itu terbiasa menghadapi sejumlah banyak orang yang tidak dikenal, memiliki relasi yang asimetris atau tidak setara, serta berada di dalam posisi yang lebih tinggi sebagai investor atau klien.
Sementara aspek non teknis adalah kemampuan si presenter. Jujur saja, bahan presentasi semenarik apapun paling hanya sekitar 30% dari total keseluruhan presentasi yang bagus. Selebihnya adalah bagaimana presentasi itu bisa dibawakan secara menarik. Pertama, adalah kemampuan verbal si presenter. Banyak orang yang suka menggumam aaaaa eeee atau memberi jeda panjang. Ini menandakan ada kekosongan jarak di dalam pikirannya dalam menghubungkan satu narasi dengan yang lain. Belum lagi ada yang sering mengucap kalimat secara repetitif atau berulang "apa namanya", "dalam artian", atau "jelas kan?" sebagai tanda bahwa yang bersangkutan merasa kurang yakin atau butuh untuk meyakinkan dengan cara mengulang kalimat tak penting. Itu baru soal verbal, belum gesture. Ada yang enggan menatap audience, bahkan di dalam presentasi yang berlangsung online pun tidak menatap kamera. Ini pertanda yang bersangkutan secara tidak langsung minder alias merasa rendah diri. Ada juga yang sibuk menunduk mencatat, atau bahkan memainkan alat tulis. Sementara di dalam presentasi offline, tantangannya juga lebih berat. Pandangan harus mampu menyapu ke segala arah sambil berbicara tanpa kehilangan konteks. Bahasa tubuh seperti melihat tangan, mondar-mandir atau isyarat lain yang memperlihatkan bahwa yang bersangkutan nervous juga harus bisa dihindari.
Jadi penguasaan aspek teknis dan non teknis itu penting. Terlebih jika presenter adalah orang yang terbiasa berhadapan dengan audience seperti dosen, trainer, fasilitator atau moderator. Bedanya adalah, tidak semua profesi itu terbiasa menghadapi sejumlah banyak orang yang tidak dikenal, memiliki relasi yang asimetris atau tidak setara, serta berada di dalam posisi yang lebih tinggi sebagai investor atau klien. Lantas bisakah berhadapan dengan orang-orang semacam itu? Kantongin dulu egonya, perbaiki diri dan meyakini bahwa presentasi, apalagi presentasi bisnis bukan sekedar aksi.