Dalam hidup, tidak semua interaksi dan relasi dengan orang lain berlangsung mulus. Ada saja perbedaan mulai dari cara pandang, pilihan, hingga keputusan yang diambil. Hal semacam itu menimbulkan perbedaan seperti friksi, pertentangan, antagonisme, perselisihan, konflik hingga bentrokan. Semua punya eskalasi tergantung dengan kedekatan, kepentingan dan juga tujuan masing-masing. Hal itu wajar. Lebih wajar lagi jika dalam interaksi atau relasi semacam itu segala sesuatu tidak berjalan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Ada saja orang yang kemudian berlawanan baik sementara maupun permanen. Lawan hingga musuh akan selalu muncul. Semakin banyak lawan atau musuh, sebenarnya adalah pertanda bagus.
Mengapa? Pertama, itu menandakan bahwa dirimu memegang suatu prinsip, cara pandang atau tindakan yang teguh dan konsisten. Saking teguh dan konsisten, tentu saja kadang beririsan atau bertabrakan dengan kepentingan orang lain. Ini jauh lebih baik ketimbang hanya berdiam diri, ikut arus atau jadi yesman hiya ho'oh ikut kemana aja. Kedua, apa yang dilakukan dan bertabrakan dengan kepentingan orang lain itu menjadi suatu ancaman serius buat mereka. Dengan kata lain, mereka tidak menganggap remeh sehingga harus mengambil balasan entah secara personal atau profesional. Mulai dari tidak bertegur sapa, hingga kontra terhadap aapun tentang dirimu. Jika situ bukan siapa-siapa, ngapain juga dipedulikan?
Fenomena semacam itu memperlihatkan bahwa interaksi dan relasi dengan orang lain memang punya dinamika yang harus dipahami. Sayangnya tidak semua orang mengerti tentang hal itu. Banyak di antara mereka yang berpendapat bahwa semua interaksi dan relasi harus baik-baik saja, sebab semakin baik artinya mereka adalah orang yang secara sosial memiliki kualitas tertentu dan dapat dikatakan baik juga. Pendapat semacam itu tentu saja keliru, sebab tidak mungkin semua hal yang datang dari luar dapat dikontrol. Manusia tidak dapat menentukan apakah semua orang lain bisa berpandangan positif tentang dirinya. Konsekuensi dari pendapat semacam itu adalah munculnya keinginan untuk selalu bisa menyenangkan orang lain, dengan asumsi bahwa kalo semua orang bisa dibuat senang maka dirinya akan lepas dan aman dari beragam perbedaan atau konflik yang tidak diinginkan.
Apakah bisa begitu? Tentu saja tidak. Orang yang berpendapat dan berbuat selalu ingin menyenangkan orang lain akan terjebak kepada sebuah dilema. Di satu sisi ia akan lelah setengah mampus untuk bisa mentoleransi semua perbedaan dan persilangan. Di sisi lain, ia akan dipandang remeh oleh semua pihak karena dianggap tidak memiliki prinsip yang jelas dalam menyatakan pendapatnya sendiri. Dilema semacam ini adalah titik ekstrim dari sebuah fenomena lain dimana orang menjadi sangat kaku dan keras kepala memegang teguh prinsipnya sendiri dan sudah jelas akan dijauhi karena dianggap tidak mampu untuk didekati. Itu semua menandakan bahwa dalam proses interaksi dan relasi haruslah punya tarik ulur yang dijaga terus menerus. Orang tidak mungkin pukul rata, bertindak selalu lunak atau sebaliknya keras dalam berhubungan dengan orang lain kan?
Jadi harus disadari bahwa semua orang punya kepentingan termasuk diri sendiri. Dengan menjaga baik kepentingan sekaligus memberi benefit kepada semua pihak dan diri sendiri melalui ukuran yang berbeda, maka bisa dipastikan bahwa interaksi dan relasi bisa terjaga secara maksimal. Oleh karena apapun yang datang dari luar tidak ada yang bisa dikontrol, maka menjaga ekspektasi juga penting meski tidak perlu hitung-hitungan. Sebab semua punya caranya masing-masing. Selain itu, tidak sepatutnya kuatir soal impresi, reaksi dan erspektif orang yang berbeda bahkan berlawanan. Lagi-lagi semua punya caranya masing-masing. Terpenting adalah tetap membangun karakter untuk bisa menyenangkan dan membahagiakan diri sendiri terlebih dahulu, sebelum bisa untuk orang lain.
“The man of knowledge must be able not only to love his enemies but also to hate his friends.” ~ Friedrich Nietzsche
Itulah sebabnya jangan takut jika ada yang tidak suka, selalu memusuhi, atau bahkan benci kepada dirimu. Selain memang hal itu sudah biasa dan pastinya dirimu dianggap sesuatu yang menganggu pandangan atau kenyamanan, yakinlah juga bahwa memang hanya itu yang bisa mereka lakukan. Jika dirimu terganggu, sudah pasti mereka bersorak kegirangan. Oleh karena itu, abaikan saja selagi tidak bersifat destruktif atau memang berani berhadapan. Sebab rerata model begitu hanya bisa berbisik di belakang, menggunakan kuasa yang tak seberapa untuk sekedar mencolek. Menusuk pun tak mampu. Apalagi kalo nggak dianggap; berasa cuma jadi kutu doang. Kasihan.