Meski hampir semua orang memiliki kemampuan bicara dengan baik, tapi belum tentu punya kapabilitas berkomunikasi dengan bagus. Ini bukan karena hambatan bahasa atau penyampaian, tapi lebih karena faktor psikologis. Meski usia bertambah, tapi kedewasaan belum tentu juga sama seiring bertambah. Banyak orang yang tidak mampu berkomunikasi, baik sekedar menyampaikan maksud atau menyelesaikan konflik. Sebab kemampuan seperti itu tidak diperoleh melalui sekedar pendidikan atau edukasi, melainkan lebih banyak dalam praktik langsung, pengalaman dan jatuh bangun dalam mengalami sekaligus memperbaiki cara dan sikap ketika berkomunikasi.
Misalnya saja, mereka yang minim dalam pengalaman menghadapi orang lain seperti relasi atasan dan bawahan dalam pekerjaan serta tidak melatihnya dengan baik, akan tidak terbiasa dalam penyelesaian konflik. Mendahulukan ego, merasa benar dan kemudian menutup mata terhadap reaksi orang lain, hanya akan memperburuk situasi. Dengan demikian, mengalami adalah penting, namuan bagaimana mencerna dan kemudian memperbaiki perilaku adalah lebih penting.
“The single biggest problem in communication is the illusion that it has taken place.” – George Bernard Shaw
Maka tidaklah mengherankan jika banyak orang dewasa ternyata masih kekanak-kanakan dalam menyelesaikan masalah. Entah menjadi passive agressive, ghosting, atau sebaliknya konfrontatif dalam segala hal. Biasanya satu cara diberlakukan sama dengan yang lain, sehingga sadar atau tidak yang bersangkutan akan cenderung membentuk pola tanpa peduli siapa yang dihadapi. Orang yang berpikir dewasa tentu tidak akan menyamaratakan setiap permasalahan. Setiap kasus tentu butuh pendekatan yang berbeda dengan tujuan untuk membuat komunikasi tetap berjalan dengan baik sehingga masalah bisa diselesaikan. Selain sikap kekanak-kanakan, ada juga orang yang melakukan cara-cara semacam itu sebagai bentuk kontrol atau manipulasi. Dalam dirinya sudah timbul prasangka bahwa setiap ada masalah tentu gegara orang lain sehingga enggan untuk merasa bertanggung jawab. Kabur, menghilang, silent treatment dan kemudian membuat orang lain merasa bersalah adalah cara-cara psikopatologis yang biasa dilakukan.
Maka tidak semua kebiasaan semacam itu mudah dihilangkan. Setiap orang lahir, terdidik dan terbiasa dalam lingkungan yang berbeda. Ada yang sehat, ada yang tidak. Maka sangatlah perlu untuk mengetahui dengan siapa berhadapan. Ketika menghadapi orang yang dewasa dalam menyelesaikan masalah, maka patutlah kita mengapresiasi dan juga membuat diri untuk berada dalam level pemikiran dan tindakan yang sama. Akan tetapi ketika harus berurusan dengan orang yang cenderung narsistik atau sakit seperti di atas, maka jalan terbaik adalah membuat jarak dengan berurusan sesedikit mungkin. Memutus komunikasi adalah pilihan terburuk yang sama saja dengan mereka yang terbiasa begitu. Itulah sebabnya perilaku sakit akan menjadi mudah berpengaruh dan membuat orang sehat menjadi rentan. Padahal itu bisa jadi pacar, pasangan sendiri, suami, istri, orang tua, anak, atasan, bawahan. teman dan sebagainya.
Ngeri? Ya emang.