Sepertinya sudah banyak yang bicara, menulis dan membahas kesuksesan. Mulai dari definisi hingga siapa saja yang punya potensi untuk bisa sukses. Tapi ada nggak sih orang yang memang nggak akan pernah bisa sukses? Pastinya ada jika karakteristik dan perilaku mereka tidak pernah berubah untuk tetap berkubang dalam ketidaksuksesan. Hal ini menarik, sebab biasanya orang senang membahas hal-hal yang dianggap menyenangkan. Kesuksesan atau keberhasilan adalah cerita manis yang selalu bagus untuk didengar, dibaca dan bahkan ditiru. Akan tetapi sedikit yang mau dan berani membahas ketidaksuksesan sebagai sebuah hal untuk dibahas secara serius. Padahal orang gagal banyak di sekitar kita. Orang yang cuma mendekam nggak berani atau nggak tau harus berbuat apa.
Selain itu mereka yang selalu gagal digambarkan sebagai sosok yang serba kurang. Mulai dari kurang pendidikan hingga kurang ganteng. Apalagi kurang ajar. Padahal deskripsi semacam itu adalah mitos yang kurang tepat. Mengapa? Banyak juga orang yang tidak pernah mencecap kesuksesan adalah mereka yang cukup bahkan berlebih mulai dari pendidikan, kepemilikan dan sebagainya. Mengapa bisa gagal melulu itu adalah cerita yang menarik. Ambil saja contoh seseorang yang sangat terdidik alias well educated. Sekolahnya bagus, mumpuni dan lulus dengan nilai tinggi. Begitu masuk kerja, ia mendapat tawaran sebagai first jobber dalam posisi staf yang paling rendah dan gaji alakadar setara dengan upah minium. Oleh karena pertimbangan yang bersangkutan merasa dirinya adalah lulusan terbaik dari kampus terbaik, ditambah orang tua yang sangat mampu dan mendukung, maka ia menolak tawaran itu. Bayangin aja, modal sosial dan kapital yang dimiliki kok malah disodori kerjaan remeh?
Kemudian ia berharap untuk bisa mendapatkan posisi yang lebih baik. Belasan hingga puluhan lamaran pekerjaan dikirim dengan harapan yang sangat tinggi; bakal dapet posisi bagus dan gaji memuaskan. Sejalan dengan waktu, penolakan demi penolakan diterima. Bisa jadi karena memang tidak berpengalaman, bisa jadi karena hanya mengandalkan nilai bagus sewaktu kuliah. Orang tua kemudian meninggal. Harta yang ditinggalkan semakin menyusut. Harapan yang semula membumbung kemudian surut perlahan. Usia tidak lagi muda dan tidak ada lagi dukungan finansial. Akhirnya menerima pekerjaan yang mungkin setara dengan yang sudah ditolaknya di awal.
Jadi ciri orang gagal itu sudah terlihat jelas. Pertama, adalah mereka yang terlalu arogan untuk mengotori tangan dengan pilihan-pilihan yang dianggap remeh. Padahal sekecil apapun, kesempatan selalu punya insight dibalik apa yang hanya tersirat. Kesempatan tidak pernah datang dengan parade berkibar megah dan sebaliknya malah seringkali hanya muncul di awal sebagai sesuatu yang kelihatan tak berarti. Terpenting, kesempatan itu tidak pernah datang dua kali dengan bangun rupa yang sama. Kedua, orang melulu gagal lantaran tidak pernah mau belajar. Bisa jadi keilmuan yang dimiliki sudah sangat mumpuni. Akan tetapi akan selalu ada ilmu lain yang berbeda. Pemain pedang tingkat dewa sekali pun belum tentu bisa menggunakan pisau dapur dengan baik yang benar. Oleh karena terlalu sempit dan picik pandangan, maka sehebat apapun seseorang dalam sesuatu yang dikuasainya akan selalu tidak berdaya di hadapan orang lain yang mungkin lebih hebat dalam satu ilmu, mungkin pula hanya pemula di bidang yang lain. keengganan untuk mau belajar itulah yang seringkali menutup peluang untuk maju. Ketiga, ketika sudah meremehkan dan menolak, maka kegagalan akan cepat menghampiri ketika mereka berpikir sudah di atas orang lain. Menganggap diri terlalu bagus dan tidak mungkin luput dari jaring pengaman yang sudah ada. Buat mereka, gengsi dan prestise dianggap jauh lebih penting ketimbang soal-soal praktis dan teknis dalam pengambilan keputusan.
"Successful people are always looking for opportunities to help others. Unsuccessful people are always asking, 'What's in it for me?'" ~Brian Tracy
Maka menjadi ironi ketika kegagalan datang bertubi, maka sudah pasti mereka menyalahkan orang lain dan dunia yang tidak memihak mereka. Delusi idealisme itulah yang kemudian dipelihara. Seolah semua memusuhi, tidak memberi peluang, bahkan menganggap diri terlalu suci untuk dicemari. Lebih konyol lagi jika orang-orang macem begini ketemu dengan yang sejenis dan serumpun. Sudah pasti makin mempertebal keyakinan bahwa mereka tidak pernah keliru dalam memandang hidup. Hidup itulah yang salah menilai. Well, they might be clean but they've missed out on this thing most of us call life. Iye kan?