Pernah nggak merasa kesal ketika sedang berada dia jalan tol dan bermacet-macetan, kemudian memutuskan pindah jalur yang kelihatan lebih kosong dan ternyata malah stuck di situ? Atau pas lagi naik motor dan menyiapkan jas hujan terlipat di bawah jok ternyata cuaca terik dan begitu memutuskan meninggalkan jas hujan di rumah malah kehujanan di jalan? Sama halnya dengan bawa payung karena mengira akan turun hujan tapi pas nggak bawa malah hujan? Atau sibuk cari barang pas lagi butuh malah nggak ketemu dan begitu nggak butuh itu barang malah ada di depan mata? Atau melihat keran bocor dan berpikir nggak bakal ada-apa-apa cuma netes doang tapi besoknya langsung rembes dan banjir?
Dalam kurun waktu tertentu, apa yang disebut orang dengan kesialan demi kesialan yang bertambah buruk itu selalu terjadi dan tidak dapat dihindari. Orang bilang itu adalah Murphy's Law atau Hukum Murphy Pertama. Intinya sih sederhana, "If anything that can go wrong, will go wrong." Sesuatu yang ada kemungkinan jadi buruk, akan jadi buruk. Kok pertama? Sebab masih ada dua belas Hukum Murphy lainnya yang juga mengikuti. Nah semuanya memperlihatkan bahwa seperti apapun antisipasi yang dilakukan manusia, tetap saja ada peluang kegagalan. Seperti apa pun kekeliruan, masih punya kemungkinan untuk tetap berlanjut.
Persoalannya adalah seringkali orang menyesal dengan keputusan yang diambil. Banyak pertimbangan yang awalnya dianggap lebih menguntungkan tapi justru punya implikasi lain. Hal yang paling sering bisa terlihat dan dialami adalah antrian di kasir supermarket. Ada banyak counter yang buka, katakanlah delapan atau lebih. Semuanya ada antrian pembeli yang mau bayar. Begitu mau ke kasir dan banyak pembeli, bisanya mata menyapu untuk melihat antrian mana yang paling pendek. Begitu masuk ke antrian tersebut dan toleh kanan kiri, terus mikir kenapa antrian di kasir lain lebih cepat bahkan kini nyaris lebih sedikit orang dibandingkan tempat diri mengantri. Kemudian memutuskan untuk pindah antrian, dan ternyata tempat yang ditinggali jauh lebih cepat ketimbang tempat sekarang berdiri. terus aja begitu. Akan tetapi reaksi semacam itu terus diulang. Melihat yang lebih sedikit, kontan pindah. Nggak taunya yang lain lebih cepat. Nyesel kan? Akhirnya waktu yang ditempuh untuk proses mengantri jauh lebih lama dan lambat. Bayangkan jika sejak awal tetap berada di posisi awal, tentunya sudah jauh pergi meninggalkan tempat pembayaran.
Berarti mau mengantisipasi hal apapun, pontang panting kayak gimana terkadang anyep. We can push it with our might, but nothing is going to come. Lantas harus gimana? Hukum Murphy justru mengajarkan bahwa dari sekian banyak kemungkinan, ya tetap saja harus membaca peluang sebanyak mungkin. Dengan melihat secara keseluruhan baik potensi dan ancaman, maka sebuah keputusan tetap bisa diambil. Ketika mengambil keputusan, maka sudah pasti yang dibutuhkan adalah komitmen dan konsistensi. Artinya, di tahap awal orang bisa saja berdebat untuk memilih peluang mana yang paling mungkin. Begitu sudah memilih, ya nggak ada cerita lagi buat diskusi. Jalanin aja. Nggak usah tengok kanan kiri, sebab semua sudah pasti ada kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman masing-masing. Begitu di tengah jalan berubah pikiran, maka biasanya akan menyesal dan berkata dalam diksi tersingkat Bahasa Indonesia yang sangat ekspresif, "tuh kan".
Selain itu, Murhy's Law juga mengajarkan agar orang fokus kepada apa yang menjadi pilihan. Komitmen dan konsisten juga butuh fokus ke depan untuk mencapai hasil yang terbaik. Sudah pasti di tengah jalan akan ada banyak sandungan atau kegagalan tapi itu sementara. Akan ada penyesuaian tapi setidaknya hal tersebut bukan bersifat rekatif melainkan amsuk dalam perencanaan awal. Bayangkan jika seseorang begitu mudah terdistraksi oleh situasi kanan kiri, sibuk ngurusin urusan orang lain sementara dirinya gitu-gitu aja. Itu namanya shit happens, tapi buat dirinya life is not going their way. Tidak ada kesadaran lebih untuk melihat bahwa mereka tidak kemana-mana. Di situ saja.
Fokus kemudian akan memberikan hasil bukan saja keberhasilan tapi terpenting pelajaran. Gagal sementara itu wajar, tapi jika dihindari atau bahkan diabaikan malah bisa jadi permanen. Lucunya, alih-alih merencanakan keberhasilan, banyak orang justru mengulang kegagalan. Padahal Hukum Murphy sudah jelas mengatakan expecting the unexpected. Menanti hal yang tidak diharapkan bakal terjadi. Maka nggah heran jika Murphy's Law digunakan di dalam project planning, performance management, risk assesment, berpikir kreatif, bahkan bidang-bidang lain seperti militer, teknologi, pendidikan dan politik.
“Murphy's Law; When someone says 'It's not the money, it's the principle,' nine times out of ten, it's the money.” ~Mitchell Symons, That Book of Perfectly Useless Information
Terakhir, dengan konsistensi dan fokus, maka orang berlatih juga terhadap kesabaran dan sikap antisipatif dengan lebih berkualitas. Kalo udah macet di jalan ya santai aja nggak usah terburu-buru pindah sana sini. Toh semua berujung kepada jalan yang sama. Kalo biasa bawa jas hujan atau payung ya bawa aja, nggak usah ngarep bakal nggak hujan karena segala sesuatu bisa terjadi. Kalo ngelihat keran bocor yang buru-buru antisipasi betulin, jangan ntar sok ntar sok. Life goes on. Nggak perlu memancing emosi diri, panikan, was-was atau kebanyakan berstrategi di tengah jalan secara reaktif. Dikit-dikit bingung, curiga, atau malah ngarep nggak kejadian eh tau-tau beneran. Atau mati-matian nutupin sesuatu sambil nyalahin orang lain. Sebab negasi bertubi-tubi adalah afirmasi terselubung. Demikian pula dengan bilang setuju hiya ho'oh siap hayuk, nggak taunya balik punggung. Afirmasi bertubi-tubi tetap adalah negasi terselubung. Itu namanya bukan lagi shit happens, tapi born with shit into existence. Parah kan?