Meski seringkali orang bilang jangan menilai sesuatu dari kulit luar seperti tampang atau penampilan, tapi kalo mau jujur ya penampilan itu penting. Urusan penampilan bukan berarti harus menggunakan atau mengenakan segala sesesuatu dengan serba mahal. Bukan juga harus ngeborong skinker, dempul muka, dan sejenisnya. Bukan juga harus tampil dengan segala kemewahan yang sering kali boros, bikin nyicil dan beli yang nggak guna. Menjaga penampilan harus diperlukan dan memang sekali lagi penting. Pertama, penampilan berurusan dengan impresi. Apalagi dalam konteks menjalin relasi personal maupun profesional, penampilan bukan berarti adalah kesan pertama, melainkan seterusnya sebagai sebuah karakter. Bayangin jika cuma pas awal-awal doang tampil keren kemudian besoknya bapuk. Ya nggak seru. Kedua, penampilan juga berurusan dengan keseriusan. Banyak orang yang terlalu abai dengan penampilan, bahkan unsur hygiene atau kebersihan diri sendiri. Mereka pikir, biarlah orang terima gua otentik apa adanya. Padahal gimana mau nerima kalo bau badan, jigong nyempil, tanpa sadar ngobrol sambil garuk biji atau pantat, udah gitu liur kemana-mana. Males kan jadinya.
Jika sudah tau alasan penampilan penting, orang tetap saja nggak sadar bahwa ada miskonsepsi soal penampilan. Misalnya penampilan yang bagus identik dengan barang yang mewah atau mahal. Udah gitu sesuatu yang mewah atau mahal itu mulai dari muka hingga perlahan turun derajatnya hingga ke ujung kaki. Contoh adalah mengapa orang mengejar untuk membeli baju mahal. Padahal nggak ada orang lain yang celingukan lihat merek baju dalam yang dipake. Kalo pun ada yang lihat dan bisa browsing, trus buat apa? Baju mahal hanya bicara soal harga dan beberapa adalah kualitas. Padahal yang dilupakan adalah semakin ke bawah adalah idealnya semakin mahal. Maka urusan sepatu mahal adalah normal. Menjaga kaki agar tidak sakit. Beda kalo beli murahan seratus ribuan dua pasang bonus sepasang. Udah pasti menyiksa kaki. Kapalan melepuh bengkak dan hitam. Itulah sebabnya kalo punya duit, lebih baik beli sepatu yang rada bagusan atau mahalan dikit ketimbang beli kaos oblong branded.
Miskonsepsi yang lain adalah penampilan hanya soal apa yang melekat pada tubuh. padahal tubuh itu sendiri seperti urusan bau badan dan garuk pantat juga tidak kalah untuk diperhatikan, sebab itu adalah soal perilaku, etiket, kesopanan, manner dan seterusnya. Dengan memahami tata krama yang berkaitan dengan kebiasaan atau norma maka sudah sepantasnya itu juga berkaitan dengan penampilan. Misalnya kalo pake baju ya menyesuaikan dengan situasi. Sering ganti baju juga tanda memperhatikan kebersihan. Jangan hanya pake baju itu-itu doang sampe dekil buluk dan hanya dicuci jika sudah mulai garuk-garuk kegatelan. Perkara tubuh juga berlaku pada soal perawatan. Jangan muka aja diputihin tapi leher tetap coklat kehitaman dan lutut siku ada gambar monyet alias kerak daki. Ini bukan saja lelaki tetapi juga perempuan kerap abai urusan beginian.
“We should wash our destiny the way we wash our body, and change life the way we change clothes – not to preserve life, as when we eat and sleep, but out of objective respect for ourselves, which is what personal hygiene is all about.” ~Fernando Pessoa, The Book of Disquiet: The Complete Edition
Dengan memperhatikan penampilan, maka ketika ada peluang atau kesempatan untuk presentasi diri sudah pasti akan jauh lebih bisa meyakinkan ketimbang yang tidak. Bayangkan jika standar minimal yang digunakan adalah busana apapun yang melekat dari ujung kepala hingga kaki adalah terawat licin rapi dan wangi. Mau berapa punharganya nggak soal. Ketimbang hanya cuma satu dua meski mahal tapi buluk lantaran itu-itu aja. Udah gitu nggak memelihara tubuh sendiri. Gimana orang bisa percaya dan mendekat? Meski suara, aksentuasi dan isi pembicaraan meyakinkan, akan jadi nggak guna jika orang tutup hidung. Bener kan?