Di dalam hidup tentu banyak hal yang bisa disyukuri maupun tidak. Sebab ada hal-hal sulit yang merupakan kebenaran tersendiri tapi belum tentu bisa diterima oleh siapapun juga. Umumnya orang sudah tau, tapi dalam sehari-hari tidak dipikirkan sampai benar-benar terjadi. Hal yang paling umum adalah pada hakekatnya manusia itu selalu sendiri. Benar-benar kesepian. Orang boleh saja punya banyak teman dan saudara, memiliki relasi yang sangat luas, dikenal bahkan terkenal. Akan tetapi ketika di dalam kesulitan, semua akan menghilang satu persatu. Bahkan kesendirian sudah ada saat hidup bersama dengan orang lain. Entah punya keluarga atau tidak, semua berakhir dengan kesepian. Benar-benar sepi karena semua orang sibuk mengurus dirinya masing-masing. Mengapa? Mau sebaik apapun, sepeduli apapun, sibuk ngurusi orang lain, teman-teman yang mendukung, keluarga yang melindungi dan mencintai, tetap saja pada saat sulit belum tentu semua ada. Singkatnya, nggak ada yang benar-benar bisa paham, menolong dan membantu dari segala kesulitan kecuali diri sendiri. You are your own hero.
Masalahnya, mengandalkan orang lain adalah sebuah kebiasaan yang berlaku umum. Suka atau tidak, itu nikmat. Kalo masih bayi sih wajar karena beda dengan hewan lainnya yang dalam hitungan hari sudah bisa berdiri dan cari makan, bayi manusia butuh bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun masih disapih oleh orang tuanya. Ketika sudah dewasa dan renta sekalipun tetap saja bergantung dan kali ini kepada keturunannya. Dasar binatang ekonomis, maka anak dianggap sebagai investasi dan sekaligus politik moral balas budi. Ketika rantai pengandalan itu putus gegara ada yang meninggal, maka beban bisa hilang. Tapi yang terbiasa mengandalkan dan tertinggal hidup tentu saja bakal kaget setengah mati. Harus bisa menyesuaikan diri di tengah depresi dan keputusasaan, entah kepada siapa lagi harus bersandar.
Jadi mau tidak mau, selama hidup hanya bisa berharap bahwa situasi membaik dengan terus melakukan kebaikan tanpa pamrih. Sebab tindakan semecam itu akan sangat membantu ketika seseorang sedang dalam kesulitan. Mereka yang punya nama baik dan dihormati, sudah pasti akan mengundang orang untuk membantu. Entah kenal atau tidak, lama atau baru, sebuah karakter yang dibangun dengan baik pastinya akan membentuk reputasi tersendiri. Lumayan bisa mengikis kesepian. Bandingkan jika dikenal ngehek, bejad dan tidak pernah menyenangkan bagi siapapun. Sudah pasti orang akan menghindar. Mereka yang tidak mengenalnya sekalipun juga bakal males berurusan saat mendengar ada kesulitan.
Itulah sebabnya, semua tindakan berawal dari niat baik. Entah personal atau profesional, selalu ada added values atau nilai lebih yang bisa diberikan. Kalo cuma mikir timbal balik setara doang, ya dapetnya juga cuma segitu. Apalagi dengan ngukur-ngukur, nimbang-nimbang yang berujung setengah hati. lebih baik tidak dilakukan. Hanya saja orang suka berjanji untuk bisa menjadi terbaik, tapi belum tentu mampu melakukan. Pertama, itu soal kebiasaan. Nggak heran jika mereka yang biasa ngecap doang, akan berakhir dikasih kecap. Biasa menjanjikan bakso, tapi balik hanya dikasih kuah-kuahnya doang. Emangnya enak? Kedua, niat baik akan percuma kalo tidak sebanding dengan tindakan. Oleh karena itu harus bisa sepenuh hati dan minimal 110%. Tujuannya bukan sekedar membuat orang terkesan. Sama sekali tidak. Justru dengan memberi nilai lebih, maka akan ada keistimewaan tersendiri dalam hasil yang bisa didapat dan diberikan kepada orang banyak.
“The more you know, the less you understand. That's so cliche'. Wanna know the scary version? The more you know, the more fuckups you find. That's what really makes you even less understand.” ~Toba Beta, Master of Stupidity
Lantas apa kuncinya? Tentu saja dengan kondisi semacam itu, tidak ada orang lain yang bisa tahu dan diandalkan selain diri sendiri. Percaya diri itu penting, tapi itu bagaikan pedang bermata dua. Jika pede terlalu rendah maka ujungnya akan terus minder dan nggak kemana-mana juga. Jika kepedean alias over, maka bisa buta melihat kenyataan. Jadi di satu sisi jangan pernah meremehkan dan selalulah mendengar apa yang orang pikir tentang diri. Itu soal reputasi. Di sisi lain, membangun karakter juga sama pentingnya untuk tetap bisa pede dengan natural. Sebab ada juga pede yang dibuat-buat. Banyak cerita, tapi nol isinya. Seolah berpengalaman, tapi milik orang lain. banyak maunya, tapi nggak kesampaian. Semua memang bakal mati, tapi sial bener jika sewaktu masih hidup tetap kesepian. Terus mau jadi apa?