Pada saat ini banyak orang menertawakan perilaku orang lain. Gegara ada hal yang sangat baru, masih asing sehingga perilaku menghadapinya dipandang sebagai sesuatu yang lucu. Itu terjadi ketika sebuah kota kecil yang jauh dari ibukota, meski masih juga di pulau Jawa baru memiliki gedung pusat belanja atau mall untuk pertama kali. Lengkap dengan eskalator alias tangga berjalan pasti. Tentu saja hal yang baru itu menjadi tontonan yang seru. Orang menjajal pertama kali untuk seumur hidupnya naik turun lantai secara otomatis. Entah kalo ada lift, mungkin bisa lebih heboh lagi; kok orang yang muncul ketika pintunya terbuka bisa beda-beda. Saking serunya, ada yang naik dengan lepas alas kaki terlebih dulu. Kemudian ada juga yang merayakannya dengan duduk lesehan bawa bekal di dalam gedung yang masih ada ruang lapang kosong. Itu senada ketika ada lapangan terbang pertama kali ada di sebuah daerah. Awalnya orang ramai tepuk tangan ketika ada yang mendarat dan ada juga yang duduk-duduk gelar tikar sambil menonton.
Lucu? Pasti. Itu mengingatkan kita bahwa siapapun pasti punya reaksi tersendiri di dalam hidupnya. Buat mereka yang ada di kota besar, hal itu sudah pasti biasa. Naik turun eskalator bukan barang aneh. Naik pesawat juga biasa. Makanya para penduduk kota besar itu jadi tertawa. Bisa jadi karena merasa bahwa orang yang baru pertamakali adalah norak menggelikan, bisa jadi juga tertawa karena mereka dulu pernah merasakan hal yang sama. Coba diingat-ingat, kapan pernah merasakan sesuatu yang baru dan asing, khususnya teknologi? Itu hanya perkara waktu saja, bukan ruang. Buat yang sudah terbiasa, mungkin sedari kecil bahkan bayi sudah digendong naik eskalator. Bisa jadi dulu juga nangis takut atau bingung. kalo sekarang menertawakan orang lain, jelas nggak lucu. Waktu sudah membuat anda sudah mencicipi terlebih dahulu.
Dengan kata lain perkembangan atau kemajuan memang tidak merata dialami. Di kota besar sudah lumrah ada jaringan listrik dan orang bisa ngedumel kalo putus. Sebab dependensi terhadap teknologi memang sudah sedemikian tinggi. Mati listrik bisa merusak peralatan, menunda kegiatan dan sebagainya. Bayangkan di pelosok yang listrik saja masih terbatas atau tidak ada sama sekali. Tentu ekosistem yang terbentuk akan jauh berbeda. Orang tidak selalu mengandalkan listrik untuk penerangan atau kerja. Nah, bagaimana seandainya jika kedua habitat itu bertukar pindah? Orang yang terbiasa dengan kebutuhan listrik atau internet pasti misuh-misuh berada di tengah situasi yang menurut mereka bakal menghambat aktivitas atau kebutuhan. Orang yang tadinya tidak mengandalkan, akan terkejut melihat banyak kemudahan yang disediakan dan lama-lama juga berubah menyesuaikan.
Jadi itu semua masalah kesempatan yang cepat atau lambat akan merasakan. Selain soal waktu, urusan dengan hal-hal baru terkait juga dengan dependensi atau ketergantungan yang kemudian bisa jadi keterusan. Mengapa? Sebab hal baru selalu bikin excited. Ada perasaan untuk menjelajahi hingga rasa ingin tau terpuaskan. Lama-lama biasa. Tapi bagaimana jika kemudian tidak ada habisnya? Itu sama seperti teknologi listrik, kemudian internet, kemudian data dan seterusnya. Apa yang biasa kemudian jadi butuh. Apa yang butuh kemudian jadi keharusan. Sekarang mana bisa orang bekerja kalo nggak ada pengolahan data, internet, bahkan listrik. Semua yang konvensional seperti surat-menyurat dengan amplop. kirim faksimili dengan kertas, atau bahkan telponan dengan suara saja sudah lama-lama ditinggalkan. Sesuatu yang kerkembang, kemudian diterima jadi kebiasaan baru dan bergantung disitu.
"Upon the creatures we have made, we are, ourselves, at last, dependent." ~ Johann Wolfgang von Goethe
Nah, gimana kalo dibalik seandainya yang sudah bisa itu tidak ada? Contohnya mereka yang sudah biasa belanja di mall, melakukan aktivitas sosial dan ekonomi yang sehari-hari dilakukan di sana? sebab mall bukan cuma buat cari baju atau belanja kebutuhan dapur saja, melainkan juga tempat nongkrong yang nyaman, ketemu teman, bawa keluarga dan seterusnya. Maka ketika itu tidak ada, dengan kata lain dependensi dicabut tentu orang kota besar akan ganti misuh-misuh. Masa' harus belanja ke pasar lagi becek-becekan? Masa' harus nongkrong di taman lagi? Apa yang sudah jadi terbiasa kini tidak ada. Sama seperti orang yang biasa dengan listrik, internet dan data tau-tau terlempar ke dunia yang serba analog dan bahkan manual. Apa yang sudah lumrah, kembali jadi aneh. Kalo gitu siapa yang norak dan lucu? Sungguh yang tergantung itu tidak menyenangkan, kecuali biji peler.