Manusia itu demen bikin perbandingan antar dirinya dengan orang lain, sekecil apapun. Suka atau tidak perbandingan itu lama-lama jadi patokan. Kalo sudah jadi patokan, entah siapa yang memulai kemudian menjadi sebuah keharusan. Apalagi standar kompetisi hidup menjadi kian ketat. Lihat saja syarat bekerja; minimal usia 25 tahun dengan pengalaman 10 tahun. Emangnya kerja dari usia berapa? Padahal persyaratan yang nyaris nggak masuk akal itu bisa jadi cara untuk mencegah orang lain mendaftar karena sudah ada slot untuk kandidat yang orangnya itu lagi-itu lagi. Namanya juga perpanjang kontrak kan?
Mau masuk ke mana saja sudah pasti ada batas usia. Mendaftar jadi karyawan atau melanjutkan kuliah ada batasnya. Tidak hanya usia sebagai batas normatif, batas lain pun yang tidak terlihat juga punya pengaruh. Semisal kalo usia 25 tahun idealnya sudah bekerja, maka sudah barang tentu punya penghasilan. Jika punya penghasilan, maka jumlahnya harus besar. Jika jumlahnya besar, maka mampu beli ini itu seperti nyicil rumah, mobil, biaya pendidikan dan seterusnya. Kalo bisa beli berati bisa juga investasi beli saham, duit kripto, arisan dan lainnya. Idealisasi macem demikian kemudian membentuk pola pikir bahwa di usia 25 tahun pun orang harus sudah seberhasil dan memiliki penghasilan sebesar itu. Sudah pasti melelahkan.
Padahal realitas atau kenyataan di luar sana tidaklah secantik atau seindah konsep yang dibayangkan. Banyak orang yang sukses, banyak juga yang tidak. Dibalik kesuksesan sudah pasti ada banyak kegagalan dan pengelolaan yang berat. Hal seperti itu tidak akan dibuka karena banyak juga yang menjaga pencitraan. Intinya, sukses dan gagal bukan sesuatu yang permanen. Keduanya selalu datang silih berganti dalam skala, ruang dan waktunya masing-masing kepada setiap orang. Mungkin benar jika ada beberapa orang di usia 25 tahun sudah sukses. Itu sama dengan orang putus sekolah macem Bill Gates yang sudah tajir melintir hingga sekarang. Emangnya dari sekian juta orang putus sekolah, ada berapa yang seperti dia?
Selain itu ukuran kesuksesan tidak melulu dideskripsi dengan materi. Banyak faktor sukses yang bisa didapat dengan cara lain seperti pencapaian nama baik, pengakuan karya dan sebagainya. Sukses dengan materi hanyalah sebagian kecil. Mungkin di usia 25 tahun jika memiliki rumah dan mobil sendiri adalah sebuah kesuksesan. Belum ngitung pajaknya ya kan? Tapi di usia lebih tua dari itu, lebih banyak orang yang kemudian bisa jauh bahagia dengan jalan kaki, naik sepeda motor butut, naik bis, masih ngontrak, tinggal sama orang tua, dan kondisi lain yang buat ukuran sukses masih belum memadai. Itu realitas yang terjadi.
"The biggest risk is not taking any risk... In a world that is changing really quickly, the only strategy that is guaranteed to fail is not taking risks." ~ Mark Zuckerberg
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa muda harus kerja keras sehingga bisa menikmati masa tua. Ini juga tidak tepat, karena batas usia menjadi kian relatif. Selain itu tidak ada patokan yang tetap bahwa di usia sekian harus kerja keras dan sisanya menikmati. Menikmati hidup justru harus dilakukan dari saat ini juga, sebab tidak ada yang tau kapan batas hidup itu sendiri. Percuma kerja keras jika tidak bisa menikmati kan? Sebaliknya, banyak pula yang menyangka bahwa menikmati hidup harus setiap saat TANPA kerja keras. Itu sama saja dengan memelihara kedangkalan pikir dan tidak mampu mengembangkan diri. Kalo masih muda belum tau arah ya wajar. Dengan mencari lama-lama ya ketemu. Tapi jika menyia-nyiakan waktu muda hanya cuma bersenang-senang tanpa berpikir serius soal hidup, itu sama aja bo'ong. Muda masih kelayaban, kerja ngasal, tinggal sama orang tua ya wajar. Tua tetap kelayaban, kerja tetap ngasal, tinggal sama orang tua, sudah berkeluarga juga, ya mau membicarakan sukses gitu? Pencapaian macem apa? Padahal rentang usia makin lama makin bertambah dan kesempatan berkurang.
Jadi selagi muda, jangan pedulikan batas-batas impian yang menyesatkan soal kesuksesan. Tetaplah terus bergerak sesuai kemampuan dan memelihara keinginan untuk setiap saat bisa lebih baik lagi. Tanpa sadar, apa yang ingin dicapai bisa kesampaian jika benar konsisten. Sebab hidup selalu menawarkan peluang. Entah manusia yang terlalu terburu-buru mengejar, tidak perhitungan, atau bahkan menyia-nyiakannya sama sekali. Begitu tua masih begitu aja? Ya sukurin aja.