Semua orang yang pernah berbisnis tentunya paham bahwa ada saatnya pasang, ada saatnya surut. Pasang merupakan kesempatan untuk bisa mengembangkan usaha secara lebih maksimal. Surut adalah waktu untuk bisa mencerna situasi lebih baik serta menambal yang masih kurang. Keduanya saling melengkapi sehingga ada pengembangan dan perbaikan yang secara simultan bisa dilakukan. Maka keliru jika bisnis hanya berharap untung dan mutung ketika buntung. Keliru juga jika menganggap bahwa segalanya harus serba pasang tanpa pernah menjadi surut.
Situasi semacam itu lumrah dihadapi oleh siapapun. Mau yang kecil-kecilan hingga besar-besaran tentu saja pernah merasakan. Kecil bisa jadi besar, besar pun bisa berbalik mengecil. Ini tentu saja banyak faktor. Bisa salah pengelolaan hingga kesempatan yang hilang. Kecil jika marjinnya besar tentu melegakan. Bisnis besar jika marjin kecil sudah pasti melelahkan. Maka keliru juga jika mengukur kesuksesan hanya dari sekedar profit dan omzet. Sebab ada biaya-biaya lain yang harus ditanggung seperti biaya tetap, bayar pajak hingga ongkos pengeluaran lainnya.
Tanpa disadari, banyaknya kekeliruan semacam itu juga masih ditambah oleh ketidakmampuan untuk memilih, menyeleksi dan mencermati mitra atau partner. Ada yang sama-sama menguntungkan dengan memberi benefit, ada juga yang anyep dan berat sebelah. Kalo lainnya adalah situasional, maka mitra adalah faktor manusia. Sama aja seperti mencari jodoh; kalo bagus ya hasilnya bisa memuaskan, jika tidak maka akan selalu ada sengketa. Faktor manusia semacam itulah yang paling susah ditebak. Mengapa? Sudah pasti berurusan dengan karakter. Ada yang asik diajak kerja tapi culas soal uang. Ada yang jujur perkara duit, tapi kerjanya payah. Nggak ada yang sempurna memang.
Tapi semua itu memberi dasar yang sama yakni pemahaman bahwa untuk bisa bekerjasama dengan baik, sudah barang tentu harus ada kesetaraan. Setara bukan saja dalam pengertian soal perspektif, nilai dan daya guna, tapi suka atau tidak ada kelas masing-masing. Jika kelas ini tidak setara, maka komunikasi menjadi sulit. Akan tetapi jika sama-sama sebanding, maka tidak akan ada kemajuan yang berarti. Maka dalam mencari mitra, haruslah setara, satu kelas, tapi sejak awal harus berani menentukan siapa yang dominan. Jika tidak ada dominasi, dinamika akan menjadi tumpul. Tidak ada penggerak yang kemudian menjadi inisiator atau pelopor sebab semua saling menunggu. Bagi yang dominan pun juga harus berani untuk memulai. Jika tidak enakan, sudah pasti nggak kemana-mana. Sampai di sini terlihat jelas; tidak semua orang mau memimpin dan dipimpin. Apalagi didominasi kan?
"Surround yourself only with people who are going to take you higher." ~ Oprah Winfrey
Dilema semacam itu menjadi sulit meski bisa jadi bukan cuma dalam urusan bisnis. Sebab tanpa inisiator atau pelopor, maka gerak organisasi, sekumpulan orang, hanya cuma ngobrol-ngobrol doang. Apalagi jika karakter yang ada bersifat pasif bahkan pasif agresif. Diminta bergerak malah ngambeg, atau berlagak pilon ogah ngapa-ngapain sebelum yang lain mulai duluan. Atau sebaliknya, dengan sotoy ambil inisiatif tapi berhubung kelasnya di bawah maka nggak ngerti apa-apa. Itulah problem manusia; susah ditebak dan diduga meski situasi sekelilingnya sudah jelas. Mencari partner atau mitra yang bisa setara sekaligus juga mau diajak kerja adalah urusan yang harus bisa diselesaikan dulu sebelum menentukan arah bisnis mau kemana.
Jadi beneran nih sudah siap berbinis?