Setiap orang punya ukuran sukses masing-masing. Ada yang merasa cukup berhasil jika sudah punya uang banyak, ada yang sudah puas dengan bisa leha-leha santai tidak memikirkan apapun. Kesuksesan menjadi dambaan yang berbanding terbalik dengan kegagalan. Sukses adalah sebuah pencapaian maksimal sedangkan gagal harus dihindari, demikian katanya.
Padahal, banyak orang tidak menyadari bahwa sukses adalah sementara waktu. Begitu pula gagal. Kalo sudah punya uang banyak, terus mau ngapain? Apakah uang itu tidak ada habisnya? Kalo habis, ya berarti harus cari lagi. Kalo sudah bisa leha-leha terus bagaimana? Apakah kemudian menjadi jenuh karena tidak ada yang dikerjakan? Kalo bosan, maka kebingungan mau apa. Jadi sukses adalah hal yang harus terus menerus diraih dan sedapat mungkin tidak boleh putus. Gagal adalah jarak antara yang mengisi sebagai pembelajaran. Gagal berarti mundur, bukan berhenti. Jika mundur, maka langkah maju harus lebih bisa disiasati kembali. Jika berhenti, maka gagal adalah permanen.
Tidak mengherankan jika orang berlomba ingin menjadi sukses, atau sekurangnya ingin kelihatan sukses. Dengan kelihatan sukses, maka sekurangnya akan mengesankan bagi orang lain. Padahal disinilah pemahaman nyata sesungguhnya, bahwa selain sementara waktu maka sukses adalah bersifat otentik. Sukses itu asli nggak dibuat-buat. Jika cuma polesan atau pencitraan, maka sukses adalah cermin cembung yang harus dijaga mati-matian supaya pantulan yang dihasilkan selalu lebih besar dari aslinya.
Bayangan sukses akhirnya menjadi lebih penting dari sukses itu sendiri, sebab dibutuhkan untuk mengesankan orang lain tanpa harus berbuat maksimal.
Maka orang yang memilih kelihatan atau pura-pura sukses, akan menampilkan bayangan semu dari realitas yang berbanding terbalik. Pura-pura kaya, padahal pinjam. Pura-pura berduit, padahal makan aja susah. Pura-pura harmonis, padahal relasi timpang. Pura-pura punya kebanggaan, padahal nggak ada kerjaan. Pura-pura bahagia, padahal kelimpungan. Pura-pura nggak punya masalah, padahal segudang. Merasa lebih baik dari orang lain, padahal dirinya juga sama dihadapi banyak persoalan. Menjadi fatal jika cermin cembung yang menghasilkan bayangn ini lantas bukan saja dipercaya oleh orang lain, tetapi juga diri sendiri. Mengapa? sebab tidak ada lagi yang bisa dipegang. Bayangan sukses akhirnya menjadi lebih penting dari sukses itu sendiri, sebab dibutuhkan untuk mengesankan orang lain tanpa harus berbuat maksimal.
Itulah sebabnya bayangan semu tentang kesuksesan menjadi racun yang memabukkan. Sibuk untuk memberi impresi penuh, padahal isinya nihil. Ingin kelihatan cerdas, ganteng, laris, tajir, serba bisa, padahal sebenarnya bebal, buluk, celamitan, kere dan malas. Ujungnya akan menyalahkan orang lain hingga menyalahkan dunia. Di sinilah terlihat bahwa wajah sukses sebenarnya adalah hening. Sukses akan berteriak keras dengan sendirinya setelah kerja keras itu sendiri sudah berjalan. Tak perlu ribut-ribut, tak perlu saling memuji, tak perlu juga saling sikut.
Dengan demikian terlihat, sukses tidaklah menipu. Penipu terbesar adalah pura-pura berhasil dan membuat bayangan semu terhadap keberhasilan itu sendiri. Ini lucu, sebab dalam dunia yang sudah chaotic alias kacau, malah hidup dengan kekacauan untuk membayangkan sebuah ilusi harmoni. Kalau pun sadar, maka berpotensi menjadi impostor syndrome; mulai meragukan diri sendiri dan kemudian berbalik menjadi terlalu percaya diri. Fatal kan jadinya?