Kemampuan ekspresi seseorang diukur dari kekayaan diksi dan penggunaannya. Akan tetapi, tanpa disadari banyak orang yang masih menggunakan kata atau kalimat yang berulang, terbatas dan hanya itu-itu saja dalam menerangkan sesuatu. Nggak percaya? Coba cek.
- "BANGET"
Kata ini sering digunakan buat menggambar sesuatu yang amat atau sangat, tapi sekaligus menggambarkan keterbatasan seseorang dalam kemampuannya memberi kejelasan secara rinci. Enak banget, bagus banget, indah banget dan seterusnya. Enaknya kayak apa? ya banget aja. Bagusnya seperti apa? ya banget aja. Indahnya kayak gimana? ya banget aja. Udah mentok di situ. Sebab memang nggak terbiasa dengan detail. Sedari kecil. Coba aja tanya bocah untuk minta menjelaskan rasa permen. Jarang yang menjawab "ini manisnya di ujung lidah, kemudian pecah di tengah dan bertahan agak lama kemudian menjadi agak pahit karena blabla". Gimana rasa permennya dik? Jawabnya manis banget, sambil senyum. Dah gitu aja.
- "YA GITU DEH"
Kalimat ini digunakan sebagai penutup percakapan atas ketidaktahuan informasi lanjut yang lebih rinci. Kadang jadi basa basi pula untuk membenarkan. Tergantung gimana si penutur mau menggunakan. Ya gitu deh. Selesai. Agak maksa sih, tapi memang jadi sering digunakan untuk mengakhiri sebuah percakapan tanpa harus berargumen lebih lama. Kemudian keduanya sama-sama terdiam. Selesai lagi.
- "APA NAMANYA"
Sering ketika orang berbicara, ada jeda di kepala untuk menyambung satu informasi yang mau disampaikan dengan informasi lain. Maka sebagai sambungan yang sering digunakan adalah kalimat Apa Namanya. "Jadi yang saya mau sampaikan adalah apa namanya, kepentingan untuk kita semua berupa apa namanya, yang memang kadang kita lihat sebagai apa namanya blabla". Hitung saja ada berapa Apa Namanya di dalam pembicaraan itu. Jangan-jangan jauh lebih banyak dibandingkan informasi yang mau disampaikan.
Jadi kebiasaan-kebiasaan untuk tidak mengasah ekpresi dengan diksi dapat membuat seseorang bahkan banyak orang hanya mengandalkan bentuk-bentuk pernyataan seperti itu. Miskin literasi? Bisa juga, tapi jadi lucu kalau yang begitu adalah mereka yang dituntut secara profesional untuk bisa menjelaskan banyak hal, tapi terbatas pula diksinya. Itu gegara apa namanya? nggak bangetlah. ya gitu deh.